Abstrak
Proses penerjemahan selalu dipengaruhi oleh budaya, agama, politik dan ideologi keyakinan. Jadi, dalam hal penyensoran (censorship), banyak kekuatan internal dan eksternal yang dapat memengaruhi proses penerjemahan terutama ketika penerjemah memiliki ideologi yang bertentangan dengan rezim bahasa sumber (Source Language/SL) atau agama.

Jadi, meskipun “agama” dan “penerjemahan” adalah dua konsep yang agak berbeda, keduanya saling terkait erat. Dalam kasus negara barat dan agamanya, penerjemah dipengaruhi oleh kekuatan eksternal (yaitu, pemerintah yang melakukan sensor atau lembaganya) atau kekuatan internal (keyakinan pribadi). Artikel ini didasarkan pada tinjauan literatur teoretis secara ringkas, analisis merupakan kegiatan penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Arab.

Pengantar
Loreta Ulvydienė berkata: “jika ideologi penyensoran berbenturan dengan penerjemahan akhir, tekanan semacam itu mengarah pada penulisan ulang teks atau penghapusan secara sengaja pada bagian wacana yang tidak diinginkan. 

Apabila kekuatan internal maupun eksternal terkait ideologi penyensoran memengaruhi penerjemah sebelum proses terjemahan aktual dilakukan, maka hal tersebut akan mengakhiri koherensi antara teks sumber dan target” (Ulvydienė, 2016). Dalam hal apa pun, penyensoran dipandang sebagai ekspresi untuk mengonsolidasikan kekuatan seseorang dan memberikan dominasi terhadap budaya bahasa sumber dan ideologi (Fawcett, 2003), disebabkan budaya sumber teramat berbeda dari yang ditargetkan.

Dengan demikian, banyak budaya SL kurang muncul atau justru meluap dengan nuansa ideologi sumber ke dalam budaya bahasa target (Target Language/TL).

Dalam hal ini para penerjemah memiliki penyensoran yang disesuaikan dengan karya-karya mereka sementara para penerjemah lainnya, yang tidak setuju bahwa teks SL dan TL harus kehilangan koherensi, memilih untuk melakukan penyensoran sendiri, bagaimanapun, dengan cara sehalus mungkin (dalam hal ini penerjemah menjadi penyensor).

Dalam kasus negara barat dan agamanya, penerjemah dipengaruhi oleh kekuatan eksternal (misalnya, pemerintah Aljazair yang melakukan penyensoran atau institusinya) atau kekuatan internal (keyakinan pribadi). 

Oleh karena itu, penerjemahan dipandang sebagai satu-satunya alat untuk manipulasi. Selanjutnya, dalam kasus penyensoran oleh Aljazair, terjemahan memiliki dua tujuan, untuk melindungi pembaca TL dari pengaruh yang tidak diinginkan, dan ideologi yang berasal dari budaya SL, dan untuk mendukung dan mempromosikan ideologi kawasan negara Arab, juga bahasa dan keyakinan. 

Selain itu, Eugene Nida dan Tomas Venclova mengatakan bahwa terdapat 
berbagai aspek untuk menerobos koherensi antara teks sumber dan target, misalnya, 

“Kompetensi penerjemah yang tidak memadai atau kematangan budaya yang tidak memadai” (1979), sebagai akibatnya tidak mungkin untuk menghindari kesenjangan sepanjang proses penerjemahan. Namun, dia mengklaim bahwa kekuatan terkuat bagi merosotnya koherensi antara teks sumber dan teks target adalah karakteristik deformasi ideologis secara sadar dan terencana kepada negara-negara totaliter” (ibid., 25).

1. Definisi Penyensoran dan Penyensoran Mandiri: 
Penyensoran didefinisikan oleh Cambridge International Dictionary of English sebagai “praktik pemeriksaan buku, film, dll. dan menghapus apa pun yang dianggap ofensif, secara moral berbahaya, atau berbahaya secara politik. Ini merupakan penekanan atas hal yang tidak menyenangkan, berbahaya, sensitif, atau memuat materi yang merepotkan bagi pihak berwenang, yang ditegakkan oleh institusi terkait, diwakili dengan penyensoran oleh siapa yang diberi tanggung jawab menyensor” (definisi Wikipedia). 

Sebagai tambahan, penyensoran berarti kebalikan dari kebebasan akses ke situs-situs perjudian, film seks, kejahatan, dan Nazi, dll., dan ini berarti pengontrolan wacana, juga aktivitas orang yang “memeriksa buku, drama, pelaporan berita, film, program radio, dll. untuk tujuan menekan bagian-bagian yang dianggap tidak pantas berdasarkan moral, politik, militer, atau alasan-alasan lainnya” (Webster, 1994).

Menurut Burridge, penyensoran adalah “penekanan atau larangan atas pidato atau tulisan yang dikutuk sebagai subversif atas kebaikan bersama” (Allan dan Burridge, 2006). Di masa lalu, penyensoran digunakan untuk keuntungan bagi otoritas simbolik yang mengatur publik sebagaimana gereja, negara (McCarthy, 1995). 

Arti yang lebih luas dari istilah ini menurut Wolf adalah; sebuah penjagaan dan pengawalan tradisi, membatasi tidak hanya yang lain, tetapi juga berperan sebagai imunisasi terhadap segala jenis perubahan. Hal ini akan menstabilkan tradisi, mengatur dan memperkuat sesuatu yang pada dasarnya memiliki karakter yang sangat bervariasi (Michaela, 2002). 

Definisi-definisi ini menegaskan bahwa penyensoran adalah rezim represif yang terus mengabaikan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dll. di sisi sebaliknya, hari ini; kita dapat menemukan berbagai arti istilah penyensoran yang pelaksanaannya tidak bergantung pada pemaksaan penuh oleh sebuah ‘institusi’ eksternal tetapi lebih kepada keadaan ideologis, estetika atau budaya. Karenanya, begitu rumit sehingga maknanya tidak dapat dibatasi pada praktik-praktik penindasan oleh pemerintah yang otokratis.

Sementara penyensoran memiliki dua klasifikasi utama: penyensoran preventif yang menggeser tekanan agar terjadi adaptasi, dari kehidupan publik ke batin individu, sehingga membantu individu untuk menginternalisasikan penyensoran –jenis ini juga termasuk dalam penyensoran diri-; dan penyensoran eksplisit, yang mengandaikan tingkat kesadaran dan intensionalitas tertentu yang tidak dapat dikurangi (Assmann, 1987). 

Penyensoran mandiri “adalah sebagai perjuangan etis individu antara diri dan penerjemah konteks, yang cenderung menyensor diri mereka sendiri –baik secara sukarela atau tidak sengaja- untuk menghasilkan penulisan ulang yang ‘dapat diterima’ baik dari sudut pandang sosial maupun pribadi” (Santaemilia, 2008). 

Sebagaimana yang dijelaskan dalam edisi online kamus Cambridge, “penyensoran mandiri adalah kendali atas apa yang Anda katakan atau lakukan untuk menghindari gangguan atau menyinggung orang lain, tetapi tanpa diinformasikan secara resmi bahwa kontrol seperti itu perlu”.

Dalam proses penerjemahan, penyensoran mandiri dapat mencakup semua bentuk penghapusan, distorsi, penurunan peringkat, pengaturan yang keliru, ketidaksetiaan, dan sebagainya. Selain itu keputusan sensor diri akan dihasilkan dari pemahaman tersirat dan identifikasi lengkap dengan pandangan penyensoran resmi tentang apa yang dapat dianggap tidak menyenangkan, berbahaya, sensitif, atau tidak nyaman bagi masyarakat tertentu di mana penyensoran itu seharusnya dapat memberikan perlindungan. 

2. Alasan penyensoran: 
Di dunia Arab, penyensoran telah dikenakan pada semua media komunikasi: buku, koran, radio, TV, bioskop, dll., karena tiga alasan:

Pertama, politik: Pemerintah tertentu untuk dapat memerintah warga negara mereka dengan mudah, mereka tidak membiarkan mereka mengetahui tentang budaya lain (juga cara mereka berpikir). 

Kedua, agama: Di dunia Arab beberapa adegan dari pertunjukan film Amerika, di mana terdapat adegan orang yang minum wiski harus dilarang, karena alkohol dilarang dalam agama mereka. 

Namun, dalam beberapa kartun, adegan serupa diterjemahkan sebagai jus.

Ketiga, penyensoran mandiri: Terkadang penerjemah yang memutuskan untuk memodifikasi elemen tertentu karena dia merasa bahwa beberapa hal tidak sesuai untuk publik di tempat mereka tinggal. Penerjemah cenderung berpikir bahwa mereka harus dilindungi, dan mereka percaya bahwa mereka dapat menentukan apa yang benar atau apa yang salah dalam pesan tersebut, terlepas dari apa semangat dan sikap aslinya.

3. Studi Kasus: 

Kasus I: Penyensoran Mandiri dalam Menerjemahkan Karya Sastra Remaja Sebagai Studi Kasus: Harry Potter
Kasus-kasus ini akan menggambarkan manipulasi dalam teks terjemahan untuk alasan agama dan budaya. Penerjemah memutuskan untuk memodifikasi elemen tertentu dalam seri Harry Potter yang populer karena dia merasa hal tersebut tidak pantas; misalnya, babi dan daging babi di dunia Arab dan Islam dilarang dan penggunaan kata “babi” sebagai metafora untuk kenajisan.

Dalam hal ini, penerjemah cenderung mengubah kata-kata ini menurut budaya Arab Islam: Kata babi diterjemahkan sebagai / harūf / (domba dalam bahasa Indonesia), bahkan jika apa yang dilihat dalam kartun adalah adalah anak babi. 

Jelas, ini karena alasan agama dalam tradisi Islam, “babi” dipandang sebagai hewan yang kotor, haram, dan terlarang.

Di sisi lain, ada juga kata sumpah, yang mana suatu budaya menganggap babi atau babi hutan bukan hanya dapat diterima, tetapi bahkan suci. 

Serial Harry Potter penuh dengan hal-hal berbau kekuatan sihir/magic. Sebagai hasilnya terjemahannya menunjukkan tingkat penerimaan yang berbeda dalam hal kebebasan penerjemahan di seluruh dunia Arab, misalnya, terjemahan “karpet sihir” sebagai / bisātun tāirun / (karpet terbang dalam bahasa Indonesia) (Athamneh, 1999). 

Nama Whomping Willow”, yang menunjukkan kemampuan pohon untuk menyerang orang dengan keras menggunakan cabangnya yang kuat, terjemahan bahasa Arab-nya adalah / aš-šajaratu al-‘imlāqatu / (pohon raksasa). 

Dalam contoh ini, manipulasi jelas digunakan dalam penerjemahan Harry Potter.  Manipulasi ini dilakukan oleh penerjemah untuk melindungi pemirsanya dari budaya asing  juga memuat keyakinan, dan karena dia merasa bahwa mereka tidak pantas bagi publik mereka. 

Kasus II: Penyensoran Mandiri dalam Hal-Hal yang Tidak Pantas 
Dalam kasus penerjemahan media, penyensoran terkadang dilakukan pada saat dubbing dan pemberian subtitle dengan cara menutupi atau melakukan penghapusan dan penggantian kalimat erotis, vulgar, atau kiasan dan referensi yang dirasa membuat tidak nyaman.

Penerjemah menjadi penyensor mandiri dengan bersikap mawas terhadap konotasi seksual, permainan kata-kata, elemen-elemen tabu, dll., dan dia harus memodifikasinya untuk “melindungi pemirsa.”

Sebenarnya, ada berbagai macam kegiatan penyensoran, dari menghapus adegan hingga mengubah bahasa menjadi yang non-vulgar, untuk menghilangkan referensi atau secara langsung mengubah keseluruhan plot. 

Misalnya, dalam satu episode Friends, Rachel dan Monica berusaha untuk mendapatkan kembali apartemen mereka, akibat kalah bermain game dari Joey dan Chandler.

Pada saat akhirnya mereka putus asa, Monica mengatakan kepada para anak laki-laki bahwa dia dan Rachel akan mencium mereka selama satu menit untuk mendapatkan kembali apartemen itu. Anak-anak laki-laki setuju.

Kisah sedemikian dalam banyak budaya dan keyakinan khususnya di dunia Timur akan dilakukan penyensoran.


KESIMPULAN 
Masih banyak aspek penyensoran dan penyensoran mandiri yang harus dianalisis lebih lanjut, dan banyak lagi alasan mengapa penerjemah, penulis, dan penerbit rela membungkam diri mereka sendiri. 

Lebih dari itu, penghilangan dan modifikasi adalah tugas penerjemah dalam kasus ini. 

Meskipun demikian, dalam contoh lain, penghilangan adalah bagian kesalahan, yang bisa disebabkan oleh: a) kurang memadai-nya pengetahuan penerjemah; b) fakta bahwa penerjemah terkadang meremehkan pemirsa/pembaca.

Demikianlah, penerjemah harus menyadari fakta bahwa penyensoran yang mereka buat sendiri sebenarnya merampok pembaca/pemirsa dalam hal kesempatan mereka untuk memahami dan bahkan belajar tentang budaya lain, gaya hidup, dan juga realitas lain.

Sebagaimana yang dikatakan Baker bahwa dalam era globalisasi ini, para penerjemah seharusnya mampu melihat lebih jauh agar dapat memberikan penerangan bagi realitas hibrida, di mana intervensi penerjemah dapat berfungsi secara efisien.

SourceGuessabi Fatiha – Translation and Censorship (2019)