Setiap tahun terdapat lebih kurang 1.000 (seribu) kata baru yang ditambahkan ke dalam kamus Bahasa Inggris Oxford. Pertanyaannya adalah; dari mana asal-muasal kata-kata tersebut, dan bagaimana bisa sampai dalam penggunaan sehari-hari?
Dengan lebih dari 170.000 (seratus tujuh puluh ribu) kata yang saat ini digunakan dalam bahasa Inggris, sepertinya sudah demikian banyak, bukan?
Namun seiring karena dunia kita terus berubah, ide-ide dan penemuan baru bermunculan, ilmu pengetahuan berkembang, maka terdapat celah-celah yang belum terisi antara kata-kata yang ada dengan perubahan-perubahan tersebut ketika hendak diungkapkan.
Kita biasa mengisi celah-celah tersebut dengan beberapa cara cerdik, praktis, dan kadang-kadang aneh. Beberapa cara tersebut antara lain:
[1] Menyerap suatu kata dari bahasa lain
Bahasa Inggris telah meminjam begitu banyak kata-kata sepanjang sejarahnya. Hampir setengah dari kosa kata Bahasa Inggris secara langsung berasal dari bahasa-bahasa lain.
Terkadang, hal ini disebabkan sesuatu (baik konsep maupun benda) yang diterangkan oleh kata-kata itu sendiri merupakan pinjaman. Misalnya, Roma dan Perancis membawa konsep-konsep hukum dan keagamaan seperti “altar” dan “jury” ke Inggris abad pertengahan, sedangkan perdagangan membawa kosa-kata seputar hasil panen dan masakan, misalnya dari bahasa Arab untuk “coffee”, “spaghetti” dari bahasa Italia, dan “curry” dari bahasa India.
Tetapi terkadang bahasa lain memiliki kata yang tepat untuk meng-ekspresikan ide yang kompleks atau mewakili suatu emosi, misalnya “naïveté”, “machismo”, atau “schadenfreude”.
Para ilmuan juga menggunakan bahasa-bahasa klasik untuk menamai konsep-konsep baru.
“Clone”, contohnya, diturunkan dari kata dalam Yunani Kuno yang bermakna ranting, untuk menggambarkan pemunculan sebuah tumbuhan baru dari potongan lamanya.
Dewasa ini, proses tersebut terjadi dua arah, sebagai contoh, bahasa Inggris meminjamkan kata-kata “software” kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia.
[2] Menggabungkan kata-kata
Cara populer lainnya untuk mengisi celah kosakata adalah dengan menggabungkan kata-kata yang ada, masing-masingnya menyampaikan bagian dari konsep baru yang dimaksud.
Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan dua kata utuh menjadi kata majemuk, misalnya seperti “airport”,atau “starfish”, atau dengan memangkas dan mencampur bagian-bagian dari kata-kata, misalnya antara “spoon” dan “fork” menjadi “spork”, lalu “breakfast” dan “lunch” menjadi “brunch”, atau “inter” dan “net” menjadi “internet”.
Tidak seperti kata-kata pinjaman dari bahasa lain, kata-kata gabungan ini seringkali dapat dipahami pertamakali kita mendengarnya.
[3] Mengadopsi makna baru
Beberapa kata baru bahkan sama sekali tidak berubah dari bentuk aslinya. Kata-kata lama mendapatkan kehidupan baru dengan mengadopsi makna-makna baru.
“Villain” yang mulanya berarti petani, namun dalam sebuah pelintiran tentang keangkuhan aristokratik, maknanya menjadi seseorang yang tidak terikat dengan tata kesopanan yang digariskan para kesatria, sehingga dikategorikan orang yang jahat.
“Geek” berubah dari pemain karnaval menjadi setiap orang asing atau seorang jenius aneh dengan keahlian tertentu.
Dalam penggunaan yang lain, kata-kata menjadi bermakna berlawanan melalui metafora, ironi, atau penyalahgunaan, misalnya ketika kata “sick” atau “wicked” digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang benar-benar menakjubkan.
—
Namun jika kata-kata dapat dibentuk dalam cara-cara di atas, mengapa beberapa tetap bertahan dan menjadi populer sedangkan lainnya tidak digunakan lagi atau bahkan tidak pernah dikenal luas?
Terkadang jawaban persoalan ini cukup sederhana, sebagaimana saat para ilmuan atau perusahaan memberi nama resmi pada penemuan atau teknologi baru, tentulah nama itu yang paling sering diakui.
Beberapa negara juga memiliki akademi-akademi bahasa untuk membuat keputusan kata apa saja yang dimasukkan dalam sumber-sumber resmi mereka.
Namun seringkali, sumber-sumber resmi semisal kamus hanyalah mendokumentasikan penggunaan kata-kata yang ada saat ini.
Kata-kata baru, mayoritas sebetulnya tidak berasal dari sumber-sumber tersebut, melainkan bermula dari masyarakat umum yang menyebarluaskan kata-kata yang tepat guna dan menarik perhatian.
Contohnya adalah kata “meme”, diciptakan pada tahun 1970an oleh seorang sosiobiolog bernama Richard Dawkins yang mengambil kata dari Yunani Kuno yang artinya meniru.
Dia menggunakannya untuk menggambarkan bagaimana ide-ide dan simbol-simbol disebarkan melalui suatu budaya semisal gen-gen yang menurun pada keturunan dalam sebuah populasi.
Kemunculan internet menjadikan proses yang terjadi bisa langsung diamati, misalnya bagaimana hal-hal lucu dan foto-foto bisa populer secepat kilat.
Tidak lama kemudian, kata-kata muncul untuk merujuk pada foto atau gambar tertentu. Meme tidak hanya menggambarkan bagaimana kata-kata dapat menjadi bagian dari bahasa, melainkan kata-kata adalah meme itu sendiri. Fenomena kata-kata yang menggambarkan dirinya sendiri ini disebut sebagai autologis.
Tidak semua kata-kata baru yang dibuat sama dari segi ketahanannya. Beberapa dapat bertahan selama ribuan tahun, beberapa beradaptasi pada perubahan zaman, dan sebagian yang lain punah.
Beberapa dapat menyiarkan informasi baru, beberapa menafsirkannya, namun bagaimana kata-kata tersebut dibuat dan perjalanan yang telah ditempuhnya untuk menjadi bagian dari obrolan kita, menceritakan banyak hal tentang dunia kita dan bagaimana kita berkomunikasi di dalamnya.
Adapted from: TED-Ed | Marcel Danesi