Panci yang Hamil

Pelajaran Tentang Standar Kebenaran

Halo Mitra Excellent!

Kali ini, mari kita tersenyum sejenak. 🙂

Kami telah menyiapkan artikel ringkas yang memuat pelajaran yang mungkin saja berharga bagi Anda. Selamat membaca!

Suatu ketika, ada seorang pria sedang memasak untuk sebuah pesta dan datang untuk meminjam panci besar dari wanita ibu rumah tangga di sebelah rumah.

Dalam hati, wanita itu sebenarnya enggan meminjamkan panci besar kesayangan yang mahal itu, tetapi merasa diwajibkan oleh adat kesopanan, dengan enggan wanita itu membiarkan sang pria meminjamnya.

Dia terkejut saat pria itu mengembalikan panci besar itu dengan begitu cepat, bersama dengan panci berukuran lebih kecil.

“Panci besar ini pasti hamil ketika aku meminjamnya,” ujar pria itu menjelaskan, “dan melahirkan panci kecil ini. Kukembalikan keduanya padamu.”

“Wah,” komentar wanita itu merasa senang, “aku memang sudah mencurigai hal ini.” Dia mengucapkan terima kasih kepada pria itu sebesar-besarnya karena telah menangani proses kelahiran.

Ketika pria itu kembali beberapa bulan kemudian untuk meminjam panci besar lagi, sang wanita ibu rumah tangga dengan senang hati meminjamkannya. Namun, pada hari-hari berikutnya tidak tampak tanda keberadaan pria itu, dan ketika sang wanita datang untuk mengambil pancinya, pria itu dengan sangat sedih menjelaskan bahwa panci itu telah hamil lagi tapi, sayangnya kali ini meninggal saat proses melahirkan.

“Itu konyol!” Sergah ibu rumah tangga.

“Bagaimana mungkin panci bisa hamil dan meninggal saat melahirkan?”

“Ah, tapi Nyonya,” jawab pria itu, “kau percaya kepadaku saat panci itu hamil untuk pertama kalinya. Jadi, kita telah sepakat bahwa semua panci adalah makhluk fana dan, tentunya, kematian tak terduga memang tragis tapi bukannya tidak biasa.”

Pelajaran :

Kisah di atas mungkin terlalu absurd untuk menjadi kenyataan. Namun demikianlah, pada tingkat yang berbeda mungkin kita mendapati realitasnya dalam kehidupan sehari-hari.

Tatkala ada suatu hal yang menguntungkan, boleh jadi seseorang tidak jernih dalam menetapkan standar kebenaran terhadap suatu peristiwa. Hal itu nampak kemudian, tatkala standar yang sama ditolaknya saat dirinya mengalami suatu kerugian.

Hmm, bagaimana menurut Anda, Mitra Excellent? Selamat tersenyum dan, jangan lupa untuk merenung. 🙂