Video Editing: Mengapa Banyak Diperlukan?

Mengapa video editing banyak diperlukan?

Video yang bagus, baik video kampanye pemasaran, video musik, video perusahaan, atau lainnya, umumnya harus mengikuti 3 tahap penting berikut:

  1. Pra-produksi
  2. Produksi
  3. Pasca produksi

Video editing terletak pada tahap pasca-produksi, dan sebagian besar dari tahap ini berisi kegiatan tersebut. Mengapa video editing itu penting dan setiap pembuat konten video profesional memerlukannya? Tentu, di sini tidak hendak dinyatakan bahwasannya video editing adalah bagian yang paling penting dibandingkan yang lain. Yang lebih tepat adalah, bahwa tanpa tahapan video editing, video Anda masih dalam kondisi yang berantakan. Memang benar bahwa semua peran dalam produksi video adalah penting. Misalnya, tanpa juru kamera yang baik, pengambilan gambar video Anda tentu akan buruk. Tanpa sutradara yang baik, adegan dalam video Anda tidak teratur dan membingungkan. Namun tanpa editor, keseluruhan aspek dari produksi video tidak lagi dapat berpadu untuk menjadi karya besar/masterpiece yang Anda coba buat.

Agar dapat lebih memahami hal tersebut, berikut adalah beberapa alasan mengapa video editing sangat penting dan banyak diperlukan oleh setiap pembuat konten video:

Alur yang Sempurna

Film Anda (baik pendek maupun panjang) bisa benar-benar menjadi video yang luar biasa; tanpa ada kesalahan yang nampak atau ruang untuk pengembangan lebih lanjut, yaitu setelah diproses di tahapan pasca-produksi. Bagaimanapun, alur yang Anda pikirkan sepenuhnya bergantung pada editor yang bekerja bersama sutradara dan sinematografer.

Pernahkah Anda merekam suatu adegan dan tiba-tiba sesuatu yang tidak terduga dan benar-benar tidak dapat diprediksi terjadi dan mengacaukannya? Misalnya, jika lampu padam, Anda harus mengganti adegan tersebut dan memulai lagi dari awal. Alur yang Anda buat mungkin sudah luar biasa, tetapi bisa kacau dalam sekejap mata.

Ketika seorang editor menerima rekaman itu, tujuan utama mereka adalah untuk membuatnya sehalus dan dengan runutan yang seapik mungkin. Pada dasarnya, mereka ingin mengisi alur yang telah Anda buat. Sebagai editor, tugas mereka untuk mewujudkan hal ini (bersama dengan sutradara, produser, sinematografer, dan siapa pun yang terlibat dalam keputusan ini tentunya). Mereka menangkap maksud alur tersebut dan mewujudkannya dengan adanya potongan, kecepatan, dan efek suara sehingga menjadi sebuah film yang menakjubkan.

Memotong untuk Menuju Sukses

Dalam video editing, salah satu cara paling umum dan paling efektif untuk mencapai alur yang sempurna adalah melalui pemotongan. Aktifitas ini tidak sulit: Anda cukup memilih di menit/detik keberapa hingga berapa, dan langsung dapat dihilangkan, bukankah demikian. Namun tindakan tersebut belum semuanya. Agar video Anda mengalir dengan ideal, Anda harus memotongnya pada bidikan waktu yang benar-benar tepat. Pengaturan waktu sangat penting! Potongan yang sedikit saja terlalu cepat, adegan terhenti, audiens tentu tidak mengharapkannya. Potongan yang sedikit saja terlambat, dan video Anda berakhir dengan jeda yang seolah berlangsung sangat lama.

Tambahkan Transisi… atau Adegan

Transisi adalah sesuatu yang membedakan antara sebuah adegan dengan dunia nyata. Terkadang, tanpa transisi Anda berakhir dengan kekacauan karena perpindahan yang serba cepat, dan tentu tidak ingin ditonton oleh siapa pun. Video editing membuat transisi ini mulus dan elegan. Alur yang berusaha dipertahankan oleh editor adalah yang membuat film ini luar biasa, dan transisi (bersamaan dengan pemotongan) adalah cara untuk menjaga kecepatan film tetap terkontrol dan terintegrasi satu adegan dengan lainnya. Dengan kecepatan yang terkendali, editor dapat fokus pada perubahan yang sama pentingnya, seperti penyuntingan kontinuitas, pewarnaan, pelapisan, dan penyuntingan suara.

Yang Kerap Terlupakan: Penyuntingan Suara

Apa hal pertama yang terlintas dalam benak ketika Anda mendengar kata video editing? Kami menduga tidak banyak dari Anda yang menjawab perihal pengurangan derau/noise suara atau menimpa suara/voice over. Semua orang menganggap video editing sebagai segala hal yang berbau visual. Meskipun ini benar, namun bukan keseluruhannya. Mengedit film sehingga gambar-gambar mengalir, tidak berarti aliran audio juga otomatis akan mengalir.

Video Anda perlu disesuaikan level volume antar adegannya, dan disinkronkan antara klip audio dengan klip video. Hal ini dapat membuat film Anda persis seperti yang dimaksudkan. Pengeditan suara adalah bagaimana film Anda dapat mengatur suasana hati dan membangkitkan emosi dari audiens Anda. Mengganti pengisi suara dengan bahasa local kita, seringkali tidak disengaja akan dapat benar-benar membuka mata Anda terhadap apa yang sebenarnya dilakukan pengeditan suara.

Kesimpulan

Pengeditan video penting karena merupakan kunci untuk memadukan gambar dan suara untuk membuat kita merasa terhubung secara emosional, dan seringkali benar-benar ada dalam film yang kita tonton. Sebuah anggapan yang tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa video editing adalah salah satu pekerjaan paling penting dalam industri film. Dengan pengeditan video profesional, Anda dapat membuat karya yang membangkitkan emosi, atau tanpanya bisa jadi akan menghancurkan potensi dari investasi besar yang telah Anda keluarkan untuk film Anda. Itulah sebabnya mengapa sama pentingnya untuk memilih editor video yang tepat seperti halnya memilih peralatan kamera yang tepat.

Salam Excellent!

Adapted from Sheffieldav

Cara Mendapatkan, Mengubungi dan Mempertahankan Klien Penerjemahan

Artikel ini, yang merupakan bagian dari seri Mengambil Langkah Awal dalam Industri Penerjemahan, membahas tentang hal yang paling menyulitkan bagi penerjemah dan juru bahasa, yaitu cara mendapatkan, menghubungi, dan mempertahankan pelanggan. Mengingat kondisi pasar industri penerjemahan yang gesit, dimana pelanggan membutuhkan hasil penerjemahan yang banyak lalu menghilang selama beberapa bulan, Anda harus selalu berjaga-jaga untuk menemukan pelanggan yang baru. Anda juga harus aktif mencari pelanggan baru. Memiliki situs daring dan akun Facebook memang membantu jika Anda pandai memanfaatkannya. Namun, menunggu dan berharap ditemukan oleh pelanggan bukanlah strategi yang membuat Anda berhasil karena, pertama, dibutuhkan banyak waktu dan usaha untuk berada di halaman pertama mesin pencari. Kedua, calon pelanggan tidak mengetahui tempat dan cara untuk menemukan penerjemah. Ketiga, mungkin Anda sering melakukan aktifitas daring, namun ada banyak penerjemah yang juga sedang melakukan aktifitas daring.

Kompetisi yang ketat dan konsistennya ketidakstabilan di pasar penerjemahan membuat Anda merasa perlu untuk mendapatkan banyak pelanggan untuk membangun bisnis yang solid. Jadi, pertama-tama, mari kita pahami macam-macam klien untuk penerjemah atau juru bahasa.

Klien Penerjemahan dan Alih Bahasa

Ada dua tipe pelanggan yang akan berhubungan dengan Anda, yaitu agen penerjemahan dan pelanggan langsung. Agen penerjemahan lebih mudah didekati. Anda dapat dengan mudah menemukan mereka secara daring, baik melalui mesin pencari Google atau melalui portal penerjemahan seperti Proz dan TranslatorsCafe. Ada dapat memeriksa tingkat kepercayaan mereka dengan menggunakan Proz BlueBoard, Payment Practices Database (untuk anggota yang membayar) dan kelompok penerjemah daring.

Agen Penerjemahan

Agen penerjemahan adalah pelanggan penerjemah sehari-hari. Agen penerjemahan selalu mengerti bagaimana cara kerja industri penerjemahan dan apa yang mereka harapkan dari para pekerja. Menerima pekerjaan dari agen penerjemahan adalah langkah awal yang baik jika Anda belum memiliki banyak pengalaman. Sisi buruknya, biasanya mereka memberikan upah yang lebih sedikit dan tenggat waktu yang lebih pendek. Pastikan mereka setuju dengan tarif yang Anda pasang sebelum memulai kerjasama, bahkan jika itu hanyalah tes penerjemahan. Anda tidak bisa melakukan aktifitas tawar-menawar dengan agen penerjemahan karena mereka telah melakukan negosiasi harga dan tenggat waktu dengan klien akhir mereka. Pastikan bahwa pekerjaan yang mereka berikan cocok dengan kemampuan dan tujuan ekonomis Anda. Agen penerjemahan biasanya juga menekankan kebijakan yang mereka buat. Pahami kebijakan tersebut dengan baik dan jangan takut untuk meminta klarifikasi. Jika Anda tidak menyukai beberapa hal dari kebijakan tersebut, bicarakan hal itu dengan mereka. Pada akhirnya, merekalah yang membutuhkan pelayanan Anda. Jika mereka menawarkan upah yang sangat kecil, ataupun kebijakan pembayaran gaji yang aneh, beranilah untuk memutuskan hubungan kerja. Akan ada agen penerjemahan lain yang lebih baik untuk dihubungi.

Pelanggan Langsung

Pelanggan langusng lebih sulit untuk didekati jika Anda belum memiliki banyak pengalaman. Sebagian besar perusahaan tidak mempercayai tenaga ahli yang baru. Mereka tidak begitu memahami industri penerjemahan dan, mungkin, Anda harus menjelaskan pelayanan yang Anda tawarkan. Carilah perusahaan di negara Anda yang membutuhkan pelayanan di bahasa asli dan bahasa target yang Anda kuasai, juga perusahaan yang memiliki dokumen yang sesuai dengan bidang Anda. Jika Anda memahami industri mode, perusahaan otomotif tidak akan tertarik dengan pelayanan penerjemahan Anda, dan sebaliknya. Meneliti pelanggan langsung menghabiskan lebih banyak waktu daripada meneliti agen penerjemahan, tapi Anda akan mendapatkan upah yang lebih besar dan tenggat waktu pengerjaan yang lebih panjang. Menjadi penyedia jasa secara langsung membuat Anda berhak untuk memiliki kebebasan dalam melakukan kegiatan tawar-menawar. Mungkin Anda harus bernegosiasi dengan kepentingan pelanggan, tapi hak tersebut ada di tangan Anda.

Tempat untuk Menemukan Klien Penerjemahan

Ada banyak cara untuk menemukan pelanggan, dan merupakan suatu keniscahyaan bahwa perpaduan metode untuk mencari pelanggan adalah penting untuk diterapkan supaya keberhasilan lebih mudah dicapai. Jika Anda suka bertatap muka dengan orang-orang, maka membangun jaringan, menghadiri acara-acara seperti pameran dagang dan konferensi adalah cara yang terbaik dalam menemukan pelanggan baru. Jika Anda bukan orang yang suka bertemu dengan banyak orang atau merasa lebih nyaman bekerja di rumah, surat elektornik dan teknik pemasaran melalui sosial media tersedia untuk Anda. Anda dapat menemukan pelanggan secara daring melalui sosial media, situs, basis data, atau alat pencari Google yang sederhana. Anda harus mengetahui tempat yang tepat dalam mencari pelanggan sesuai dengan target pasar. Jika target Anda adalah agen penerjemahan, maka menemukan portal penerjemahan adalah awal yang baik. Anda juga dapat mengunjungi basis data agen, seperti Association of Translation Companies. Penelitian adalah kunci keberhasilan, seperti yang sudah saya tuliskan di artikel tentang pengetahuan.

Menghubungi Klien Melalui Surat Elektornik

Fokus dari artikel ini adalah pencarian pelanggan melalui surel. Saat Anda menemukan pelanggan, Anda harus tetap terhubung dengannya. Mencari pelanggan melalui surel adalah cara yang baik, tapi tidak semudah kelihatannya. Saya akan menceritakan pengalaman yang saya punya.

Saya merasa sangat antusias di awal pencarian karir. Saya yakin bahwa mengirimkan surel dan riwayat hidup kepada agen sebanyak-banyaknya akan segera menghasilkan pekerjaan. Kenyataannya tidak.

Jumlah respon dari surel-surel tersebut sangatlah rendah. Dari 200 agen yang saya hubungi, hanya 15 agen yang membaca surat saya, termasuk saya sendiri, di basis data mereka, atau sekitar 7.5%. Dari 15 perusahaan tersebut, saya bekerja hanya di 2 perusahaan, atau sekitar 1% dari jumlah 200 perusahaan. Bisa Anda bayangkan bahwa saya sangat kecewa dengan usaha saya mengumpulkan nama agen penerjemahan, mengisi formulir pendaftaran, dan mengirimkan ringkasan riwayat hidup serta surat lamaran.

Namun semua itu terbayarkan. Bukan hanya karena pada akhirnya saya mendapatkan pekerjaan tetap dari 2 perusahaan tersebut, tapi juga karena saya dapat mempelajari sesuatu yang sangat penting, yaitu:

Ubahlah Cara Pikir Anda

Saya memahami bahwa menjadi penyedia jasa berbeda dengan menjadi pekerja yang mencari pekerjaan. Anggaplah diri Anda sebagai solusi bagi masalah dan kepentingan orang-orang. Pelanggan tidak akan menghubungi agen penerjemah karena ingin dokumen mereka diterjemahkan, tapi karena mereka butuh dokumen mereka diterjemahkan. Alasan yang dimiliki perusahaan adalah karena mereka ingin memperluas jaringan bisnis, atau karena mereka memiliki produk baru yang akan diluncurkan ke pasar internasional. Sedangkan alasan yang dimiliki pelanggan perseorangan adalah karena mereka membutuhkan terjemahan dokumen untuk bepergian ke luar negeri, bekerja di luar negeri, atau mereka harus menerbitkan artikel jurnal dalam bahasa asing yang belum mereka kuasai. Perspektif ini mengubah cara yang saya gunakan dalam mencari dan mendekati pelanggan. Dalam pengalaman pertama, saya mengirimkan surel (dengan mengikutsertakaan sapaan Dear Sir/Madam) yang berisi tentang segala sesuatu yang harus mereka ketahui dari saya. Saya hanya membicarakan diri saya sendiri, dan surel itu sama-sekali tidak berfokus kepada mereka. Surel yang saya kirimkan sangat membosankan, penuh dengan informasi yang tidak relevan dan benar-benar tidak menarik. Jadi, bagaimanakah cara menulis surel kepada calon pelanggan baru?

Ciptakan Surel yang Sederhana

Peraturan umum untuk diikuti dalam hal ini adalah KISS: keep it simple!(tulislah secara sederhana)

Saat Anda menulis surel untuk calon pelanggan, mereka harus mengetahui bahwa Anda dibutuhkan oleh mereka. Tonjolkan lebih banyak keahlian daripada pengalaman dan pendidikan yang Anda miliki. Adaptasikan surat Anda kepada pelanggan. Saat berhadapan dengan agen penerjemahan, berikan informasi tentang kesediaan dan kecepatan Anda dalam menerjemahkan dokumen, serta kesigapan dalam bekerja dan pengetahuan Anda tentang CAT. Berikan informasi kepada pelanggan langsung bahwa Anda menguasai bidang yang mereka miliki dan bahwa Anda dapat membantu mereka memperluas jaringan bisnis sampai ke luar negeri dengan pelayanan Anda. Jika Anda bekerja sebagai juru bahasa, pastikan bahwa pihak yang berhubungan dengan Anda mengetahui bahwa Anda mampu bekerjasama secara efisien dengan orang lain, juga bahwa Anda mudah beradaptasi dan mampu bekerja di bawah tekanan. Pastikan bahwa pelanggan mengetahui bahwa keahlian Anda dapat membantu mereka meyelesaikan masalah.

Berusaha Menjadi Lebih Spesifik dan Profesional

Berusahalah menjadi lebih spesifik. Hindari penggunaan sapaan “Dear Sir/Madam”, namun tujukan surat Anda tepat kepada orang yang Anda maksud dalam perusahaan tersebut. Surat Anda dapat ditujukan kepada manajer atau manajer SDM perusahaan. Sebut nama mereka, jika Anda dapat menemukannya, atau setidaknya jabatan mereka, di kepala surat Anda.

Ingatlah bahwa surel yang Anda tulis menjadi acuan pelanggan dalam menilai diri Anda. Surel tersebut adalah kesan pertama Anda. Berlakulah secara sopan, profesional sekaligus bersahabat.Hindari menggunakan gaya bahasa yang rumit (Ingat, tulislah secara sederhana!) dan perhatikan jika terdapat saltik. Ciptakan citra bahwa Anda adalah orang yang dapat diandalkan dan dipercaya. Jangan menyombongkan diri namun jangan terlihat rendah diri.

Menurut pengalaman saya, saat saya menghubungi agen penerjemahan dengan surat yang panjang, tidak jelas dan tidak spesifik, respon yang saya dapat sebesar 7.5%, dan jumlah agen yang menerima saya hanya 1%. Setelah saya menjadi lebih spesifik dan profesional, saya menghubungi lebih 30 agen dan mendapatkan 10% respon serta diterima bekerja di sekitar 10% agen yang saya hubungi. Masih ada banyak waktu untuk menjadi lebih baik, dan saya akan mengembangkan strategi saya lebih jauh lagi, namun saya sudah puas dengan hasil yang saya dapatkan sekarang.

Ringkasan Riwayat Hidup

Masalah lain yang ada pada diri saya adalah ringkasan riwayat hidup (CV) yang saya buat. Saya pikir menambahkan informasi sebanyak-banyaknya ke dalam CV adalah cara yang baik. Di dalam CV yang saya buat melalui Europass, saya menuliskan semua pengalaman kerja saya (yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan penerjemahan), pendidikan, keterampilan berbahasa, keterampilan menggunakan komputer, keterampilan berorganisasi, dan masih banyak lagi. CV saya mencapai 4 halaman yang penuh dengan informasi yang tidak relevan.

 Jangan Membuat Bingung Pembaca CV Anda

Peraturan KISS kembali digunakan di sini. Buatlah CV yang sederhana. Orang-orang yang menerima CV Anda tidak akan mau menghabiskan banyak waktu untuk membacanya. Anda harus menuliskan informasi yang relevan di dalam CV Anda. Jangan membuat pembaca kebingungan dengan informasi-informasi yang tidak berguna. Sebagai contoh, jika Anda pernah bekerja sebagai asisten toko perusahaan mode, tulislah pengalaman tersebut saat Anda ingin melamar sebagai penerjemah di bidang mode. Namun, jangan tulis pengalaman tersebut juka Anda ingin melamar sebagai penerjemah di bidang alat-alat kedokteran. Hal yang sama juga diterapkan dalam penulisan riwayat pendidikan. Cukup tambahkan gelar dan sertifikat yang berhubungan dengan dunia penerjemahan. Agen penerjemahan yang hanya menerjemahkan dokumen di bidang pemasaran tidak akan tertarik dengan gelar Sarjana Teknik yang Anda miliki.

Untuk biodata pribadi, tulislah hal yang penting saja. Bukan umur dan alamat rumah Anda tidak dianggap berguna bagi pelanggan, melainkan pasangan bahasa asli dan bahasa target yang Anda kuasai. Tambahkan informasi tentang nama negara yang Anda tinggali, khususnya jika Anda seorang juru bahasa karena pelanggan akan melibatkan Anda dalam acara-acara yang diselenggarakan di dekat tempat tinggal Anda, namun jika Anda menyanggupi untuk pergi ke luar negeri, tulislah informasi tersebut.

Berusahalah Menjadi Lebih Kreatif

Pada akhirnya Anda harus terlihat menarik di antara sekian banyak orang yang melamar. Agen penerjemahan menerima puluhan (bahkan ratusan) CV setiap harinya. Temukan sesuatu yang membuat Anda berbeda. Jelajahilah cara-cara baru: ada banyak cara dalam menulis CV selain dengan menggunakan Microsoft Word. Pikirkanlah tentang membuat CV yang di dalamnya terdapat infografik, halaman-halaman situs daring, juga video. Tidak ada batasan cara. Ada banyak peralatan daring yang akan membantu Anda, yaitu:

  • About.me: Situs yang membantu ada menciptakan halaman daring personal dan membagikannya kepada calon pelanggan.
  • Piktochart: Situs yang membantu Anda menciptakan infografik dan graphic CV dengan mudah
  • Visualize.me: Situs yang membantu Anda menciptakan graphic CV yang interaktif.

Mempertahankan Klien

Salah satu aspek penting dalam membangun bisnis yang solid adalah mempertahankan pelanggan. Anda tetap disarankan untuk mencari pelanggan penerjemahan yang baru, namun Anda juga harus mempertahankan pelanggan yang pernah berhubungan dengan diri Anda. Tahukah Anda bahwa biaya mempertahankan pelanggan adalah 5 kali lebih sedikit dari biaya menemukan pelanggan?

Jadi, bagaimana cara mempertahankan pelanggan?

Sebenarnya cukup sederhana: Selalu berikan hasil terjemahan yang berkualitas baik, dengan memastikan bahwa tugas yang Anda ambil berhubungan dengan keahlian dan kemampuan Anda. Hormati tenggat waktu dan terimalah tugas jika anda yakin Anda mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikannya.

Jadilah partner bisnis bagi pelanggan: Jadilah orang yang profesional dan santun, serta jadilah solusi bagi kebutuhan pelanggan Anda. Gunakan keahlian dan pengetahuan untuk menambah nilai pelayanan Anda. Contohnya, hilangkan saltik dan kesalahan pada dokumen yang Anda terjemahkan.

Adakan rapat pengarahan dengan pelanggan sebelum bertugas untuk memastikan bahwa pelayanan dapat berjalan dengan lancar. Jika pelanggan Anda tidak memahami proses penerjemahan dokumen, dan jika pelanggan menanyakan hal tersebut, jelaskan proses pnenerjemahan yang Anda lakukan dan tunjukkan bagaimana proses tersebut dijalankan untuk membantu pelanggan memahami dimana letak nilainya dan untuk membangun hubungan yang baik di masa depan.

 Jika pelanggan Anda merasa puas, mereka akan datang kembali. Jika Anda melampaui eskpektasi pelanggan, mereka akan kembali dan merekomendasikan pelayanan Anda kepada orang lain, dan hal itu akan membantu Anda dalam menjaring lebih banyak pelanggan dan partner kerja.

STRATEGI APA YANG ANDA GUNAKAN DALAM MENGHUBUNGI PELANGGAN BARU? ELEMEN PENTING APA DALAM STRATEGI MARKETING BERBASIS SUREL YANG MENURUT ANDA DAPAT MENYUKSESKAN PROFESI KITA? APAKAH ANDA MEMILIKI KISAH SUKSES UNTUK DIBAGI? BERIKAN KOMENTAR ANDA!

Penerjemahan Hadits Empat Puluh An-Nawawi, Studi Komparatif oleh Dr. Hussein S. Mohsen

Penerjemahan Hadits Empat Puluh An-Nawawi, Studi Komparatif oleh Dr. Hussein S. Mohsen

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah menunjukkan studi perbandingan dalam penerjemahan beberapa hadits Nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya). Dipilih dari kompilasi Hadits Empat Puluh karya An-Nawawi sehingga penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan masalah dan kesulitan yang dihadapi oleh seorang penerjemah. 

Pengantar

Penelitian ini mempelajari terjemahan kitab Hadits Empat Puluh karya An-Nawawi, sebuah studi komparatif/perbandingan. Karya tersebut merupakan kompilasi yang mencakup empat puluh dua hadits yang disabdakan oleh Rasulullah Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya). Kompilasi ini dinamai berdasarkan nama orang yang mengumpulkannya: Al-Imam Muhyi Ad-din Yahya bin Sharaf An-Nawawi yang lahir di Nawa, sebuah tempat yang dekat dengan Damaskus (Al-Jabaan, hal. 23).

Kisah di balik penyusunan kitab ini adalah bahwa seorang cendekiawan Islam/ulama, yaitu Ibn Solah, menyusun di papan pengajaran ilmu hadist-nya hanya dua puluh enam hadist yang ia anggap sebagai komponen utama dalam Islam, kemudian Al-Imam An-Nawawi menambahkan enam belas, sehingga menjadi empat puluh dua hadits. Al-Imam An-Nawawi menekankan bahwa semua hadist ini benar, karena terkait dengan periwayatan Al-Bukhari dan Muslim (Al-Jabaan, hal. 26-27).

Banyak cendekiawan Islam yang mengumpulkan empat puluh hadits tentang masalah-masalah tertentu dalam kehidupan, namun sebagian besar cendekiawan ini setuju bahwa Hadits Empat Puluh An-Nawawi adalah suatu seruan hukum Islam universal yang mempelajari isu-isu besar dan beragam bagi umat Islam. Dengan demikian, koleksi Hadits Empat Puluh karya An-Nawawi adalah koleksi hadist terpenting dari Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) (Al-Jabaan, hlm. 27).

1.2 Pernyataan Masalah Penelitian

Penerjemahan teks-teks Islam (yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi) adalah salah satu jenis penerjemahan yang paling sulit. Kegiatan ini membutuhkan minat dari para penerjemah sehingga bahaya akibat ketidaktahuan seorang penerjemah dalam masalah-masalah Islam mempengaruhi berlangsungnya penerjemahan teks, yang pada gilirannya akan mempengaruhi banyak Muslim non-Arab, karena mereka tidak dapat mengenali apakah teks yang diterjemahkan itu benar atau salah. 

Ketidaktahuan ini juga mengarah pada terjemahan yang terdistorsi, sehingga memungkinkan mereka yang dengan sengaja menyerang ajaran Islam sering mencerca Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Semua bahaya ini harus dihadapi sehingga cara menghadapinya adalah dengan terjemahan yang benar, yang menerangi jalan yang lurus dan menuntun pada kebenaran, serta memberikan pembelaan dari para pelaku kejahatan terhadap ajaran Islam.

1.3 Hipotesis Penelitian

Para peneliti berhipotesis bahwa teks-teks keagamaan adalah yang paling sulit dalam proses penerjemahan, karena makna yang dimaksudkan dari teks-teks ini adalah suci dan tidak memperkenankan distorsi apapun. Sulit untuk menerjemahkannya kecuali jika seorang penerjemah memiliki kemampuan ilmiah dan kebenaran baik tentang sumber dan bahasa target untuk mentransfer makna yang dimaksud.

Kesalahan umum yang dilakukan oleh para penerjemah teks keagamaan adalah karena ketaatan mereka kepada teks asal secara harfiah, sehingga mereka menyampaikan makna yang tidak pantas atau terdistorsi tentang teks sumber dalam bahasa target. 

Menggunakan transliterasi daripada terjemahan untuk istilah-istilah Islam juga dapat mempengaruhi pemahaman pembaca non-Arab, terutama jika penerjemah menggunakannya tanpa menjelaskan makna dari istilah-istilah ini.

1.4 Signifikansi Studi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki penerjemahan sunnah kenabian yang menjadi salah satu cara terbesar untuk menyebarkan Islam setelah menerjemahkan Al-Quran. Jika menerjemahkan teks untuk hal-hal duniawi adalah hal yang penting, maka bagi Islam dan kaum Muslim, menerjemahkan teks agama lebih penting lagi untuk menjaga hak agama dari segala kesalahan pemahaman terhadapnya.

2.0 Penerjemahan

2.1 Sejarah Penerjemahan

Penerjemahan adalah salah satu kegiatan yang sudah cukup lama bagi umat manusia. Penerjemahan merupakan fenomena yang melekat dalam sejarah manusia di zaman kuno. Hal ini tampak dengan munculnya kebutuhan untuk saling memahami di antara para penutur bahasa yang berbeda, sehingga penerjemahan adalah satu-satunya alat untuk berkomunikasi dengan segala jenis pertukaran dan hubungan antara manusia, secara individu dan kolektif (Al-Jaberi, 1431 AH (2010), hal. 2).

Sulit untuk menentukan awal sejarah dari penerjemahan. Mungkin, teks-teks agama, dokumen resmi, dll. yang mencatat interaksi antara negara dan masyarakat adalah terjemahan tertua dari perspektif sejarah. Model penerjemahan ini berasal dari Timur Dekat Kuno. Yang tertua adalah yang ditulis oleh bangsa Sumeria, yang diketahui dari milenium keempat Sebelum Masehi (SM). 

Model-model ini lebih seperti kamus, yang berisi sejumlah kata yang direkam pada lembaran tanah liat dalam bahasa Sumeria dan artinya dalam bahasa Akkadia. Kemudian, orang-orang Assyria mengetahui terjemahan melalui Akkadian Sarjon (سرجون) yang menerbitkan prasasti berhias dalam beberapa bahasa pada milenium ketiga SM di seluruh kerajaannya. Juga, orang-orang di Babilonia berbicara berbagai bahasa selama era Hamurabi (Al-Jaberi, 1431 AH (2010), hal. 2).

Dari Firaun Mesir, ada beberapa model khusus untuk perjanjian antara orang Mesir dan orang Hittite yang ditulis dalam dua bahasa ribuan tahun lalu. Model yang paling terkenal adalah Rosseta Stone yang ditulis dalam tiga bahasa; Hieroglif, Demosium dan Yunani Kuno. Di Persia, ada juga prasasti Bihiston (بهستون) yang ditulis dalam tiga bahasa; Persia Kuno, Assyria, dan Babilonia (Al-Jaberi, 1431 AH (2010), hal. 2).

Tuanya usia temuan-temuan di atas kesemuanya mengacu pada keberadaan peran penting penerjemahan di seluruh Kekaisaran Persia Kuno sehingga uji coba awal penjurubahasaan/interpreting (terjemahan lisan) secara langsung dilakukan sejak saat itu. Jadi, periode itu memainkan peranan penting melalui uji coba yang bertanggung jawab untuk mentransfer terjemahan meskipun dari bahasa Ibrani atau Aramaik ke bahasa lain (Al-Jaberi, 1431 H (2010), hal. 2).

Selama Abad Pertengahan, pusat penerjemahan dan radiasi budaya diorientasikan di Baghdad, ibukota negara Islam, sehingga karya-karya besar Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para penerjemah Syria pada abad kesembilan dan kesepuluh. Kemudian, pusat penerjemahan dipindahkan ke Toledo pada abad kedua belas ketika maha karya Yunani itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Selain itu, banyak karya Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan Latin yang kian menegakkan dan mendukung hubungan antara lingkungan Arab dan Yahudi di Andalusia masa Islam. Mungkin, model terjemahan yang paling terkenal ke dalam bahasa Latin adalah Al-Quran pada tahun 1143 M yang membangkitkan banyak masalah dan juga masalah tentang kejujuran terjemahan dalam mentransfer teks dengan benar (Al-Jaberi, 1431 H (2010), hal. 3).

Pada abad keenam belas, Martin Luther, seorang biarawan Jerman yang lahir pada tahun 1483 M dan meninggal pada tahun 1546 M, mendominasi bidang penerjemahan melalui munculnya kecenderungan untuk menerjemahkan teks-teks agama ke dalam bahasa Jerman. Yang paling menonjol di antara karya-karyanya adalah terjemahan Alkitab ke dalam bahasa lokalnya daripada bahasa Latin. Dia juga membingkai beberapa konsep tentang prinsip-prinsip terjemahan dalam bukunya Letters about Translation. Sebagian besar minat untuk masalah penerjemahan dimunculkan oleh masalah yang melekat dalam menerjemahkan teks-teks agama (Al-Jaberi, 1431 AH (2010), hal. 3).

Pada abad ke-17 dan ke-18, konsep kebebasan seputar penerjemahan berlaku, dan era itu disebut Era Pengkhianatan Agung untuk Penerjemahan (The Era of Gran Treason for Translation) sehingga para penerjemah tidak keberatan untuk menyalahkan diri mereka sendiri tentang apakah makna teks yang tepat telah hilang atau tidak (Al-Jaberi, 1431 AH (2010), hal. 3).

Pada abad ke-19, sebagian besar prasasti tentang penerjemahan merupakan upaya untuk menunjukkan beberapa masalah penerjemahan dan menyelesaikannya dengan meletakkan aturan ringkas yang harus diikuti oleh penerjemah.

Kemudian, pada abad ke-20, terjemahan tumbuh seiring dengan perluasan hubungan politik, komersial, dan budaya antara negara dan individu. Terjemahan sebelumnya tidak menempati posisi ini karena pentingnya bagi kehidupan manusia kontemporer, dan ini adalah cara ajaib yang menghubungkan antara orang-orang dan bangsa-bangsa di sepanjang sejarah manusia (Al-Jaberi, 1431 H (2010), hal. 3).

2.2 Penerjemahan dan Agama

Penerjemahan adalah kegiatan linguistik yang menempati tempat penting dalam pembangunan ilmu pengetahuan umat manusia, baik secara lisan maupun tulisan. Penerjemahan berperan sebagai mediator di antara dua bahasa yang berbeda. Budaya dan bahasa tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bukan saja di era modern, tetapi telah dikaitkan sejak zaman kuno berkaitan kebutuhan komunikasi. Ini merupakan bentuk kebijaksanaan Allah bahwa Dia menciptakan manusia di bumi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, dan Dia membuat mereka saling mengenal satu sama lain (Al-Ghazali, 2016, par. 1).

Sepanjang sejarah, penerjemahan adalah pilar peradaban dan dasar Renaissance. Di Zaman Renaissance, aktivitas penerjemahan meningkat dan berkembang pesat. Ada banyak motif dan tujuan politik, budaya, ilmiah, sosial, agama, dll. dalam penerjemahan (Al-Jaberi, 1431 AH (2010), hal. 10).

Penerjemahan tidak hanya untuk mentransfer teks dari satu bahasa ke bahasa lain, baik secara lisan atau dalam bentuk tertulis, tetapi juga menghubungkan dua budaya yang berbeda sehingga dapat menembus batas kebahasaan yang mencegah kemungkinan komunikasi dan pemberdayaan dalam membaca budaya lain. Setiap budaya memiliki spesifikasi dan karakteristiknya sendiri yang membuatnya berbeda dari yang lain. Jadi, penerjemahan adalah alat untuk menyebarkan budaya dan sarana untuk mengetahui ide orang lain seutuhnya (Al-Ghazali, 2016, par. 2). 

Sebagai sarana komunikasi, penerjemahan menjembatani kesenjangan antar negara, dan juga membangun kepercayaan di antara para pengikut agama yang berbeda. Selain itu, dapat membantu menyebarkan cinta dan kerja sama di dunia ini (Al-Ghazali, 2016, par. 7).

Jika penerjemahan memainkan peran kunci untuk menghubungkan budaya dan peradaban, maka tidak ada keraguan bahwa menerjemahkan teks-teks agama tidak kalah pentingnya untuk memainkan peran yang sama. Sebenarnya, penerjemahan teks agama masih memiliki banyak tantangan dan masalah kontroversial untuk diperdebatkan di bidang terjemahan, terutama di masa konflik ideologis dan budaya, sehingga penerjemahan teks agama bertujuan untuk mengetahui dan memahami agama-agama lain baik untuk mempertahankan atau menyerang mereka, yaitu mendebat mereka dalam berkhotbah atau untuk kontroversi agama. (Translation and Religious Texts, 2009, par. 1).

Tidak diragukan lagi, penerjemahan istilah dan konsep keagamaan secara akurat sangat penting bagi mereka yang mempertimbangkan keakuratan dalam penerjemahan dan mencoba mentransfer makna kepada pembaca yang disasar dengan benar, bahwa mereka menarik stok linguistik dan budaya untuk bahasa target karena mereka adalah anteseden kunci untuk kesuksesan penerjemahan (Religious Translation, 2013, par. 2).

Menerjemahkan teks-teks agama membantu menjembatani kesenjangan antara bangsa-bangsa. Mentransfer pemikiran keagamaan yang benar mampu membuat koneksi di antara orang-orang di dunia, bukan justru ketidakharmonisan dan ketakutan yang ditonjolkan terutama antara dunia Islam dan Barat bahwa layak bagi mereka untuk saling menjadi pelengkap untuk mencapai kebaikan bagi seluruh umat manusia daripada memperluas konflik (Al-Ghazali, 2016, par.7). Penerjemahan agama memainkan peran penting dalam menjadikan budaya universal dan umum. Tentu terdapat kepentingan besar di dunia saat ini sehingga merupakan sarana untuk lebih mendekatkan pesan Islam bagi mereka yang tidak berbicara dalam bahasa Arab. Hal ini juga sebuah nilai pemulihan dan nilai-nilai keberadaan antara satu dengan yang lain.

Penerjemahan teks-teks keagamaan telah menjadi elemen kunci dalam menyebarkan pesan ilahiah sepanjang sejarah. Selain itu juga digunakan untuk pengajaran dalam mengkonversi dasar-dasar agama dan untuk mencerminkan keindahan iman dan moralitas di seluruh dunia (Elewa, 2014, hal. 25 ). Karena penerjemahan adalah instrumen yang kuat untuk tujuan misionaris, maka harus benar dan seakurat mungkin dan harus sesuai dengan hak kepercayaan agama. Untuk melakukan ini, penerjemah harus memahami teks asli dan menerjemahkannya dengan amanah ​​dan jujur ​​ke bahasa target, tanpa distorsi bagian mana pun dari konten asli (Elewa, 2014, hal. 25).

Hukum Islam beredar di antara orang-orang yang tidak berbicara bahasa Arab melalui penerjemahan. Sebuah jembatan komunikasi yang dibangun oleh penerjemahan teks keagamaan untuk memudahkan dan menyampaikan pemikiran keagamaan adalah penyokongan bagi persatuan dunia sebagai alternatif disonansi dan ketakutan di antara dunia Arab dan Islam.

Teks-teks keagamaan dapat dipahami dalam dua pengertian yang sangat berbeda: (1) teks-teks yang membahas keyakinan dan praktik keagamaan secara historis maupun masa kini dari komunitas yang beriman, (2) teks-teks yang sangat penting dalam memunculkan komunitas yang beriman (Nida, 1994, par 11).

Penerjemahan teks keagamaan adalah salah satu jenis penerjemahan yang paling problematis, karena berhubungan dengan teks-teks khusus yang memiliki kesakralannya sendiri (Al-Harahsheh, 2013, hal. 108). Teks-teks suci ini sensitif, karenanya; ada kesulitan menerjemahkannya ke bahasa lain. Penerjemah mungkin kehilangan makna yang benar dari teks sumber, atau teks itu dapat berubah, karena pengaruh ideologi penerjemah pada terjemahannya. Beberapa penerjemah memiliki agama atau budaya yang berbeda sehingga mereka dapat salah memahami makna teks dalam bahasa sumber, karena mungkin bukan bahasa asli mereka (Al-Harahsheh, 2013, hal. 108).

2.3 Keterampilan yang Diperlukan untuk Menerjemahkan Teks Keagamaan

Penerjemahan teks-teks keagamaan yang sakral adalah salah satu topik penting yang menjadi perhatian banyak peneliti dan profesional di bidang antaragama, terutama dalam mengirim pesan keagamaan bagi masing-masing orang dalam bahasa yang mereka ucapkan, bukanlah tugas yang mudah. Penerjemahan teks sedemikian mengharuskan penerjemah untuk memenuhi syarat; yaitu memiliki seperangkat kondisi dan spesifikasi, termasuk keakraban dengan bahasa teks sumber dan bahasa teks target. Menerjemahkan teks-teks keagamaan tanpa syarat-syarat ini membuat penerjemah membuat banyak kesalahan yang mengubah makna teks (Translation and Sacred Texts, 2012, par. 5).

Seorang penerjemah teks-teks keagamaan harus memiliki pengalaman yang sangat baik di bidang ini, karena ia terlibat dalam penerjemahan yang sensitif, yang tidak dapat mentolerir kesalahan, perlu akurasi, kesabaran, dan perawatan yang dibiyayai oleh para cendekiawan/ulama. Misalnya, menerjemahkan Al-Qur’an membutuhkan dua keterampilan tinggi; harus ada keakraban dengan masalah-masalah agama secara umum dan interpretasi Al-Quran pada khususnya. Selain itu, kemampuan linguistik harus sangat tinggi (Muhammad, hal. 70).

Penerjemah adalah suatu elemen pusat dalam proses penerjemahan. Perannya sangat penting dalam proses penerjemahan sehingga ia menjadi bagian dari lingkungan budaya di mana ia tinggal (Yusuf, par. 1). Kadang-kadang, penerjemah mungkin tidak dapat menggunakan kata-kata secara tepat karena mereka tidak dapat mencakup arti keagamaan yang sebenarnya dalam kedua bahasa. Namun, dalam arti sebenarnya, ia harus membuat formula baru untuk mentransfer konsep yang diungkapkan oleh bahasa asli; yaitu, penerjemah harus fasih dalam kedua bahasa yang ia tangani (Yusuf, par. 2). 

Selain itu, ia harus memahami makna yang peka dan sensitif, nilai-nilai dan kata-kata emosional yang penting, dan karakteristik gaya yang menentukan cita rasa dan nuansa pesan, karena ia harus berpengalaman dalam aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa target, dan mungkin sebagian besar kesalahan yang dilakukan penerjemah timbul terutama dari kurangnya pengetahuan yang komprehensif tentang bahasa target. Selain itu, ia harus waspada dengan tema yang ia terjemahkan (Yusuf, par. 5-6).

Selain itu, pengetahuan komprehensif penerjemah tentang sumber dan bahasa target, topik yang ia terjemahkan. Tekad psikologis yang nyata tidak menjamin keberhasilan menerjemahkan teks secara efisien kecuali ia menikmati dalam arti sastra (Yusuf, par. 7). Jika penerjemahan adalah seni, penerjemah adalah seniman yang menciptakan seninya dan menjadikannya bermakna dan bermanfaat (Aamer, hal. 5).

3.0 Penerjemahan dan Islam

Perhatian Islam pada penerjemahan memiliki tujuan yang lebih jauh daripada bidang lainnya. Sasaran ini adalah eskatologi yang muncul dari perkataan Allah: “Sesungguhnya orang yang terbaik untuk kamu pekerjakan adalah (manusia) yang kuat dan dapat dipercaya” (Al-Qasas: 26). إن خير من استئجرت القوي الأمين” (القصص: 26). 

Yang kuat di sini mewakili pengetahuan penerjemah untuk bahasa sumber dan bahasa target yang memungkinkan untuk memahami makna yang dimaksudkan dan untuk mentransfernya dalam istilah yang sesuai ke bahasa target. Sedangkan trusty berarti tanggung jawab seorang penerjemah tentang apa yang ditransfer sehingga ia takut akan Allah dalam menyampaikan pesan Islam (Yusuf, par. 4).

Penerjemahan teks-teks ini tidak belajar bahasa untuk keinginan informasi atau keperluan, tetapi ia bertanggung jawab untuk panggilan ke agama ini (yaitu Islam). Jadi, dia harus memiliki niat jujur ​​untuk menyempurnakan bahasa dan terjemahan dengan benar (Yusuf, par. 4).

Penerjemahan adalah salah satu seni elegan yang memiliki aturan khusus dan sarana khusus seperti kebanyakan seni lainnya. Ada persyaratan dan kualifikasi bagi mereka yang melakukan penerjemahan. Kegiatan ini merupakan sarana untuk menyampaikan peradaban, adat istiadat dan tradisi dunia dari suatu bahasa ke bahasa lain, juga merupakan cara untuk berurusan dan melakukan kolaborasi hubungan komersial, industri, militer dan diplomatik antara dua negara atau lebih. Penerjemahan juga merupakan cara untuk mengembangkan bahasa dan untuk mengangkut konsep, sastra, seminar, dan konferensi kepada pembaca dan pendengar (Numani, 2006, hal. 185).

Penerjemahan adalah salah satu cara terpenting untuk menyeru kepada Allah dan penyebaran Islam di antara umat manusia (Numani, 2006, hal. 185). Kegiatan ini merupakan salah satu tahap pertama bagi gerakan ilmiah Islam dan awal dari sejarah sains di peradaban Arab selama era Abbasiyah, yaitu periode Khalifah Harun Ar-Rasheed, Khalifah Abi-Ja’fer Al-Mansur dan Khalifah Al-Ma’mun. Di era itu, ada penerjemah yang memikul tanggung jawab pengangkutan tradisi umat manusia yang ada, ke dalam Bahasa Arab yang merupakan bahasa ilmu pengetahuan pada periode itu. (Ghaneema, 2007, par. 2).

Sebelum Islam, orang-orang Arab melakukan kontak dengan orang-orang lain di sekitar mereka. Mereka adalah orang Romawi di utara dan orang Persia di timur, orang Mesir di barat dan orang Ethiopia di selatan. Sulit membayangkan hubungan sastra dan ekonomi ini tanpa penerjemahan bahkan di tahap awal sekalipun.

Hingga pada periode Islam, beberapa jenis terjemahan tidak dihilangkan, sehingga nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) merekomendasikan Zaid bin Tsabit untuk belajar Bahasa Syria, kemudian dia mempelajarinya, lalu belajar Bahasa Persia serta Romawi. Pada periode Amr ibn Al-Aas, ada kegiatan penerjemahan antara Yunani dan Arab (22 H, yaitu 643 M) (Projects of Translation in the Arab World, par. 3).

Penerjemahan adalah jembatan dasar untuk mentransfer ilmu dan pengetahuan di antara orang-orang. Hal tersebut juga langkah untuk menyampaikan perkembangan di antara peradaban (Projects of Translation in the Arab World, par. 1).

Diyakini bahwa melalui penerjemahan, peradaban Babilonia, Assyria, dan Mesir bertukar beberapa dokumen dan konvensi. Selain penulisan sastra dan dokumen intelektual, peradaban Yunani juga menerjemahkan dokumen-dokumen dan konvensi-konvensi ini, dan kegiatan-kegiatan kreatif lainnya dari peradaban oriental kuno sehingga para siswa dari peradaban itu (yaitu Yunani) dikirim ke Mesir, khususnya ke Aleksandria Lama yang memainkan peran historis penting melalui proses penerjemahan, karena di sana merupakan pusat ilmiah dan sastra pertama dalam sejarah manusia yang melibatkan siswa dan cendekiawan hebat 
dari berbagai negara di dunia kuno (Projects of Translation in the Arab World, par. 1)

3.1 Pertumbuhan Penerjemahan dalam Peradaban Islam

Terdapat dua pendapat tentang pertumbuhan penerjemahan dalam tradisi Islam: Pendapat pertama adalah bahwa akar dari gerakan penerjemahan yang pertama ke dalam bahasa Arab adalah pada awal periode Omayyad/Umayyah, sebagaimana dinyatakan dalam sumber-sumber bahwa Khalid bin Yazeed ibn Muaawiya dikirim ke Alexandria untuk mendapatkan beberapa buku kedokteran dan kimia untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, setelah ia meninggalkan suksesi dengan sukarela (Al-Sarjani, 2012, par. 1). 

Dalam bukunya (Al-Fahrist), ibn Al-Nadeem mengatakan bahwa telah dilaporkan bahwa Khalid bin Yazeed Muaawiya yang disebut hakeem Al Marwan (yaitu filsuf suku-suku Marwan) memerintahkan untuk membawa sekelompok filsuf Yunani yang menetap di Mesir dan berbicara dalam bahasa Arab. Ini yang diketahui merupakan kali pertama terjadinya transfer dari satu bahasa ke bahasa lain dalam masyarakat Islam. Ibn Khalkan menggambarkan Khalid, karena dia sebagai seorang yang dikenal di kalangan kabilah Qurayish (suku di Mekah) karena menguasai seni kimia dan obat-obatan (Al-Sarjani, 2012, par. 2). Ada penerus Omayyad yang menyelesaikan upaya penerjemahan setelah Khalid bin Yazeed, salah satunya adalah Omar bin Abd Al-Azeez (berkuasa pada 99-101 H), yang membawa bersamanya salah seorang cendekiawan dari sekolah di Alexandria ketika ia pergi ke Al-Madinah untuk suksesi yang bergantung padanya di bidang kedokteran. Khalifah Umar menyampaikan sekelompok ulama dari sekolah di Aleksandria ke Antiokhia pada tahun 100 H. Namun, hal itu tidak berarti bahwa kegiatan ilmiah sekolah di Alexandria dihentikan selama periode Abbasiyah (Al-Sarjani, 2012, par. 2)

Pendapat kedua adalah bahwa gerakan penerjemahan dimulai sudah sejak era nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya). Salah satu sosok yang paling terkenal dari Syria (Al-Sarjani, 2012, par 4) selama era itu adalah Zaid bin Thabit yang mempelajari bahasa lain dalam tujuh belas hari (Al-Ittihad, 2015, par. 2), ia juga belajar bahasa Persia dan Romawi. (Al-Sarjani, 2012, par. 4).

Naskah terjemahan tertua pada periode Islam kembali ke tahun 22 H. Yaitu tiga baris yang ditulis dalam bahasa Yunani bersama dengan terjemahannya dalam bahasa Arab. Penerjemahan masyarakat Islam yang muncul pada masa nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya), bertentangan dengan pendapat yang menyatakan dimulai selama periode Omayyad sebelumnya (Al-Sarjani, 2012, par. 4).

Gerakan penerjemahan ke dalam Bahasa Arab terus berlanjut dan meluas, menjadi lebih kuat di era Abbasiyah hingga menjadi sudut dari sudut politik pada periode itu sehingga upaya penerjemahan menjadi bagian dari masalah suatu bangsa. Sementara penerjemahan di periode Omayyad terbatas pada bidang kimia, kedokteran, dan astronomi, sedangkan melalui periode Abbasiyah semakin meluas hingga mencakup filsafat, logika, ilmu empiris, dan buku-buku sastra (Al-Sarjani, 2012, par. 5).

3.2 Masalah Penerjemahan Teks Keagamaan

Masalah kesulitan penerjemahan teks keagamaan berada di level puncak. Masalah-masalah ini kembali ke banyak alasan, termasuk fakta bahwa teks-teks agama, baik pada tingkat kata, frasa atau teks, didasarkan pada kualitas semantik; yaitu mereka mencirikan multiplisitas makna yang dapat diakomodasi oleh bahasa teks sumber. Hal ini membuat proses menemukan kesetaraan yang tepat dari bahasa target adalah masalah paling kompleks yang dihadapi penerjemah (Religious Texts, 2013, par. 1).

Masalah dan kesulitan penerjemahan diciptakan dari fakta bahwa suatu padanan makna dalam bahasa target mungkin tidak mentransfer pesan tertulis yang sama dalam bahasa sumber. Selain itu, template linguistik pesan yang ditampilkan dalam bahasa sumber berbeda dari yang ada di bahasa target, terutama jika informasi umum, dan asumsi antara pembaca dan penulis berbeda, terutama jika terjadi di antara dua bahasa yang berbeda sepenuhnya dalam aspek budaya mereka, semisal Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, sehingga tidak mudah untuk menerjemahkan dari Bahasa Arab ke Bahasa Inggris dan sebaliknya mengingat struktur dan pemasangan yang berbeda sepenuhnya dari kedua bahasa (Yusef, par. 2).

Mungkin, orang pertama yang menunjukkan kesulitan teknis dan konsekuensi serius yang muncul di hadapan orang-orang yang siap menghadapi aliran terjemahan agama adalah Al-Jahiz dalam bukunya Al-Hayawan. Dia menyatakan bahwa setiap kali isi (dari sebuah pengetahuan) lebih sulit, lebih sempit dan ilmunya kurang, lebih mungkin bagi penerjemah untuk berbuat kesalahan di dalamnya. Kemudian, pembaca tidak akan pernah menemukan penerjemah dari para ilmuwan ini. Masalah ini dihadapi oleh buku-buku teknik, astrologi, matematika, dll. Bagaimanapun, tentu tidak dapat diterima untuk berbicara dan bercerita berkenaan Allah dan kitab-kitab suci-Nya secara sembarangan. Kemudian, ia mengatakan bahwa kesalahan dalam suatu pemahaman agama lebih berbahaya daripada kesalahan-kesalahan tentang matematika, industri, filsafat, kimia, dll. yang anak-anak Adam hidup berkutat dengannya […] dan jika seorang penerjemah yang menerjemahkan teks tidak mampu untuk itu, ia akan salah sejauh penurunan tingkat kesempurnaan (Al-Mustafa, 2014, par. 1-2).

Penerjemah teks-teks keagamaan berkewajiban atas beberapa kualifikasi dan tanggung jawab agama dan moral yang memerlukan kemauan yang tinggi untuk kognisi, dan revisi dalam pekerjaan yang diterjemahkannya adalah kesalahan yang membuat orang-orang meninggalkan pekerjaannya. Hal ini dapat menyebabkan dia mendapat penyelidikan oleh pihak berwenang (Al-Mustafa, 
2014, par. 3).

3.3 Perlunya Penerjemahan dalam Islam

Penerjemahan di zaman nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) muncul ketika diperlukan. Kemunculannya di periode itu pada berbagai kesempatan mengikuti perintah Allah dalam firman-Nya,

“Katakan: Hasilkan Taurat dan bacalah jika kamu benar (3: 93)” ” قل فأتوا بالتوراة فاتلوها إن كنتم صادقين “, (Pickthall, 2012, hal. 40), yang menerangkan tentang interpretasi Taurat dalam Bahasa Arab dan bahasa lainnya. Namun Taurat dibacakan dalam Bahasa Ibrani, dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk dibacakan bagi orang Arab yang tidak tahu bahasa itu; yaitu Bahasa Ibrani. 

Sekali lagi dalam sabda nabi (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya (kitab tradisi) dari Zaid bin Thabit yang mengatakan: “Nabi Allah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) memerintahkan saya untuk belajar kata-kata dari buku orang-orang Yahudi bahwa beliau berkata: “Ya Allah, saya tidak percaya pada seorang Yahudi di buku saya.” Zaid berkata: Saya tidak dapat menguasainya selama setengah bulan sampai saya mempelajarinya untuk beliau, sabda beliau ketika saya mempelajarinya; jika beliau menulis kepada orang-orang Yahudi, saya menulis kepada mereka, dan jika mereka menulis kepada beliau, saya membacakan untuk beliau” (Al-Aqeel, 1429 H (2008), hal. 3-4).

ما رواه أبو داود في سننه عن زيد بن ثابت, قال: أمرني رسول الله- صلى الله عليه وسلم- أن أتعلم له كلمات من كتاب اليهود, قال: إني والله ما آمن يهود على كتابي, قال: فما مر بي نصف شهر حتى تعلمته له ، قال: فلما تعلمته كان إﺬا كتب إلى يهود كتبت إليهم وإﺬا كتبوا إليه قرأت له كتابهم.

Selain itu, dalam hadits Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari ibn Abbas berkata: “Abu-Sufiyan mengatakan kepada saya bahwa Hercules memanggil penerjemahnya, kemudian dia meminta untuk membawa pesan nabi. Kemudian, dia membaca, “Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, Penyayang, dari Muhammad, hamba Allah dan nabi-Nya untuk Hercules, dan orang-orang ahli kitab pada sebuah kata yang sama antara kami dan Anda (Al-Aqeel, 1429 H (2008), hal. 4).

في حديث النبي- صلى الله عليه وسلم- ما رواه البخاري عن ابن عباس- رضي الله عنهما- قال : أخبرني أبو سفيان: أن هرقل دعا ترجمانه ثم دعا بكتاب النبي- صلى الله عليه وسلم- فقرأه “بسم الله الرحمن الرحيم, من محمد عبد الله ورسوله إلى هرقل ، ويا ​​أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم”.

Dalam hadits lain, diriwayatkan oleh Abu Hurairah (semoga Allah meridhoi-Nya) bahwa Rasul bersabda: orang-orang (Yahudi dan Kristen) dari kitab itu (Taurat dan Injil) membaca Taurat dalam Bahasa Ibrani dan mereka menginterpretasikannya dalam Bahasa Arab untuk orang Muslim. Kemudian, nabi Allah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) bersabda: Jangan memercayai orang-orang ahli kitab ini maupun tidak mempercayai mereka, namun, katakan: Kami percaya kepada Allah dan apa yang diwahyukan kepada kami” (terjemahan kami) (Al-Aqeel, 1429 H (2008), hal. 4)

وعن أبي هريرة- رضي الله عنه- قال: كان أهل الكتاب يقرؤن التوراة بالعبرانية ويفسرونها 
بالعربية لأهل الإسلام ، فقال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوها ولام 
أنزل إلينا.

Semua hadis ini menunjukkan perlunya penerjemahan dan kebutuhan untuk itu pada periode saat itu, dan berapa banyak saat ini diperlukan bahwa ada konvergensi dalam hubungan antar negara, pada saat multi-lingualisme, dan berapa banyak hak disembunyikan dan tidak terlalu jelas bagi muslim non-Arab. Juga, ada kehausan non-Muslim untuk mewujudkan Islam yang dapat diterima oleh Allah (Al-Aqeel, 1429 H (2008), hal. 4.)

Sejak era kenabian, Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) mendirikan negara Islam yang pertama, Ia memerintahkan para sahabatnya untuk belajar bahasa lain sehingga Ia memerintahkan Zaid bin Thabit untuk menulis surat untuk raja-raja dan membalas pesan mereka di hadapan sang nabi. Zaid menerjemahkan surat-surat untuknya dalam bahasa Persia, Romawi, dan Ethiopia yang ia pelajari dari penutur asli bahasa-bahasa ini. Dengan demikian, misi penerjemahan untuk tujuan penyebaran Islam dimulai sejak saat itu (Al-Humi, 2010, par. 2).

Umat ​​Muslim di masa awal tertarik mempelajari bahasa, mereka menyadari pentingnya komunikasi dengan dunia dan untuk menyeru masyarakat kepada Allah yang berada di luar jazirah Arab. Ketika mereka menjalankan perintah nabi (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) dalam semua perkara agama mereka, mereka berkomitmen kepada perintah nabi untuk belajar bahasa lain, untuk menghindari kejahatan dari pembicara dari bahasa mereka, dan untuk penyebaran pesan Islam (Al-Humi, 2010, par. 4).

Pada periode ini, jumlah Muslim non-Arab meningkat dan sayangnya mereka tidak mengerti bahasa Arab yang diturunkan oleh Al-Quran. Mungkin, beberapa dari mereka dapat membaca literatme Quran, tetapi mereka tidak dapat memahami maknanya. Jadi, penerjemahan adalah satu-satunya cara untuk memberitakan agama Allah dengan benar (Al-Aqeel, 1429 H (2008), hal. 8).

3.4 Penerjemah Pertama dalam Islam

Penerjemah pertama dan salah satu penulis yang penuh inspirasi dalam Islam adalah Zaid bin Thabit Ad-Dahhak Al-Ansari dari bani An-Najjar. Ia dilahirkan di Madinah Al-Munawwarah pada tahun ke-12 sebelum Hijrah (Zaid bin Thabit, 2016, par. 1).

Ketika nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) ber-hijrah ke Madinah, Zaid bin Thabit masih berusia di bawah 11 tahun. Sejak kecil, ia dikenal cerdas. Pada tahap berikutnya dari usianya di kemudian hari, ia adalah seorang cendekiawan dan awet kecerdasannya, yang disebutkan dalam Sahih Al-Bukhari bahwa Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) memerintahkannya untuk belajar Bahasa Ibrani sehingga ia dapat membacakan pesan untuk nabi.

Dia mempelajarinya dalam lima belas hari, bahwa Zaid mengatakan “orang-orang dari suku saya membawa saya ke nabi (semoga damai dan berkah terlimpah padanya), kemudian mereka berkata: “Wahai nabi Allah; bocah ini dari Bani An-Najjar bahwa dia telah menghafal beberapa surah yang Allah utus bagimu,” maka nabi Allah menyukai itu dan berkata: “Wahai Zaid, pelajarilah buku Ibrani untukku. Saya tidak percaya orang-orang Yahudi di buku saya.” Kemudian, Zaid berkata: “Saya belajar buku mereka hanya dalam lima belas hari dan kemudian saya bisa membaca dan menulis untuknya, dan saya juga menulis jawabannya” (Al-Ittihad, 2015, par. 1).

Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) meminta Zaid untuk belajar Bahasa Syria juga, kemudian dia mempelajarinya dalam tujuh belas hari (Al-Ittihad, 2015, par. 2). Zaid bin Thabit (semoga Allah ridho kepadanya) adalah salah satu penulis Al-Qur’an. Dia juga menulis beberapa surat bagi Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) untuk berbagai raja dalam rangka mengajak mereka kepada Islam (Al-Ittihad, 2015, par. 3).

Pada awal-awal dakwah mengajak kepada Allah, ada beberapa sahabat nabi (semoga Allah ridho kepada mereka) yang menghafal Al-Qur’an, sementara yang lain menulisnya. Zaid bin Thabit adalah salah satu dari mereka yang bisa menghafal dan menulis Al-Qur’an (Al-Sarjani, 2006, par. 8).

Setelah kematian Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya), umat Muslim sibuk dengan perang Ar-Reddah di era khalifah Abu Bakr As-Siddiq. Dalam perang Yamamah, banyak martir adalah penghafal Al-Qur’an, sehingga Omar bin Al-Khattab dan Abu-Bakr As-Siddiq meminta untuk mengumpulkan Al-Quran sebelum kematian atau kesyahidan para penghafal. Khalifah Abu-Bakr As-Siddiq melakukan salat Istikharah dengan tujuan mengumpulkan Al-Quran, kemudian ia menginstruksikan Zaid bin Thabit untuk tugas besar itu. Dia mengumpulkannya dengan cara yang diatur (Al-Sarjani, 2015, par. 10-11).

Selama suksesi Othman bin Affan, Islam menerima orang-orang baru yang bahasa ibu mereka berbeda, kemudian Othman dan beberapa sahabat diperintahkan untuk menyatukan naskah Al-Quran yang benar di antara naskah-naskah menyimpang. Mereka dibantu oleh Zaid bin Thabit dalam menulis salinan terpadu Al-Qur’an ini sehingga mereka memanggilnya sang penulis nabi Allah. Sahabat-sahabat Rasul (semoga Allah ridho kepada mereka) sepakat bahwa pendapat (yaitu tentang salinan Al-Qur’an) dari Zaid adalah bukti, karena ia adalah salah satu sumber yang tetap dalam pengetahuan Islam (Al-Sarjani, 2015, par. 12-13).

Zaid bin Thabit meninggal di era Muawiyah (yaitu salah satu dari khalifah) pada 45 H, bahwa Abu Hurairah (salah satu sahabat Rasul) mengatakan setelah kematiannya: “Hari ini; cendekiawan umat ini telah meninggal” (Al-Sarjani, 2015, par. 19).

4.0 Kehidupan Al-Imam An-Nawawi

Nama lengkap Al-Imam An-Nawawi adalah Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Sharaf bin Murri bin Hasan bin Hussein bin Muhammad bin Jumaa bin Huzam An-Nawawi As-Shafi’i (Biography of Al-Imam An-Nawawi, 2003, par. 10). Ia dilahirkan pada bulan Muharram, 631 H, di Nawa; sebuah tempat di dekat Damaskus, sehingga ia diberikan deskriptif nama An-Nawawi dari Nawa (Biography of Al-Imam An-Nawawi, 2013, par. 1-2).

Ketika Al-Imam An-Nawawi (semoga Allah merahmatinya) berusia sepuluh, ia mulai menghafal Al-Quran dan mempelajari fiqh. Pada 649 H, ia pindah ke Damaskus untuk menyelesaikan studinya di sekolah Dar Al-Hadits. Dia menetap di sekolah Rawaahiyah yang bersebelahan dengan Masjid Al-Omawi. Pada 651 H, ia berziarah dengan ayahnya, kemudian ia kembali pada usia dua puluh (Biography of Al-Imam An-Nawawi, 2013, par. 2). Al-Imam An-Nawawi adalah seorang cendekiawan pertapa dan banyak beribadah kepada Allah, ia tidak membuang-buang waktu kecuali untuk melakukan pengkajian. Bahkan saat dia berjalan di jalan atau kembali ke rumahnya, dia terus mengulangi apa yang dia hafal. (Ad-Dhahabi’).

Di Damaskus, Al-Imam An-Nawawi mempelajari banyak ilmu dari lebih dari dua puluh guru terkenal. Guru-guru ini dianggap sebagai master dan memiliki otoritas dalam bidang studi dan disiplin ilmu yang mereka ajarkan (Biography of Al-Imam An-Nawawi, par. 3). Al-Imam An-Nawawi menulis banyak buku tentang ilmu Hadits dan Fiqh, tiga buku yang paling terkenal dari koleksi karyanya adalah Al-AdhkarRiyad As-Saliheen dan Arba’in An-Nawawi (Empat Puluh Hadits An-Nawawi). Dalam kepenulisannya, ia bergantung pada dalil-dali dari Quran dan sunnah (An-Nawawi, 1992, hal. 32).

Pada 676 H, Al-Imam An-Nawawi kembali ke kota asalnya, Nawa. Di sana, dia jatuh sakit, kemudian dia meninggal pada tanggal 6 Rajab, 676 H (Zarabozo, hal. 46). Dia hidup hanya empat puluh lima tahun, tetapi dia adalah seorang cendekiawan dan ahli hukum. Oleh karena itu, ibn Katheer (Biography of Al-Imam An-Nawawi, par. 5) mengatakan bahwa Al-Imam An-Nawawi adalah Syekh (master) dari madzhab dan ia adalah cendekiawan terbesar pada masanya (Biography of Al-Imam An-Nawawi
par. 5).

4.1 Hadits Empat Puluh An-Nawawi

Empat puluh Hadits yang dikumpulkan An-Nawawi adalah kompilasi yang mencakup empat puluh dua hadits yang disabdakan oleh Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya). Meskipun jumlahnya bukan empat puluh melainkan empat puluh dua, namun mengikuti tradisi Arab, nama itu diberikan seperti sekarang; Empat Puluh. Hadits-hadits ini dinamai dengan nama ini yang berkaitan dengan pengumpulnya; Al-Imam An-Nawawi. Dinamai juga olehnya; Empat Puluh dalam Bangunan Islam dan Aturan-aturan Ringkas (Al-Jabaan, hal. 23). Asal usul kompilasi ini adalah tatkala ibn Salah (Al-Jabaan, hal. 26) mengumpulkan dua puluh enam hadits di papan pengajarannya beserta penjelasannya, ia menamakannya Hadits yang Dapat [mudah] Dipahami. Kemudian, Al-Imam Al-Nawawi menambahkan enam belas, sehingga menyusunnya menjadi empat puluh dua hadis (Al-Jabaan, hal. 26).

Alasan di balik pemilihan hadits-hadits ini adalah bahwa hadits-hadits universal ini tampaknya memang universal dan bahwa para ahli sepakat bahwa studi Empat Puluh An-Nawawi mempelajari hal-hal besar dan beragam bagi umat Islam, seperti sudut-sudut Islam, sudut-sudut keimanan, masalah-masalah Islam; yaitu masalah-masalah hukum dan pelanggaran hukum, dll.

Oleh karena itu, Al-Imam An-Nawawi berbicara mengenai hal ini, ia menyatakan bahwa: “Para ulama (semoga Allah merahmati mereka) menyusun karya yang tak terhitung jumlahnya di bidang ini; semisal koleksi empat puluh hadis. Yang pertama saya tahu, adalah Abd Allah ibn Al-Mubarak, Muhammad ibn Aslam At-Toosee, dll.” Kemudian, dia berkata bahwa dia meminta kepada Allah bimbingan-Nya, dan dia berdoa kepada-Nya ketika dia menyusun empat puluh hadis berikut, mengikuti contoh para ulama (Al-Jabaan, hal. 26-27).

Mengikuti tradisi sebagian besar cendekiawan/ulama agama (semoga Allah merahmati mereka), Hadits An-Nawawi ini dimulai dengan hadits ini: “Sesungguhnya amal bergantung dari niatnya [….]”; “[….] إنما الأعمال بالنيات” sehingga Al-Imam As-Shafi’i dan Al-Imam Ahmad (keduanya dikenal empat ulama besar dan ahli hukum) sepakat bahwa hadits ini mewakili sepertiga pengetahuan Islam (Badi, 2002, hal. 5).

4.2 Kritik atas Terjemahan Hadis Empat Puluh An-Nawawi

“Kritik penerjemahan adalah studi sistematis, evaluasi, dan interpretasi dari beragam aspek karya terjemahan” (Translation Criticism, 2016, par. 1). Kebanyakan orang berpikir bahwa kritik dan analisis penerjemahan seharusnya hanya tentang hal-hal negatif dalam karya, namun mengeksplorasi aspek-aspek positif juga merupakan wujud kritik. “Salah satu tujuan kritik penerjemahan adalah untuk meningkatkan kesadaran akan kelezatan yang terlibat dalam terjemahan dan untuk mengeksplorasi apakah penerjemah telah mencapai tujuannya atau tidak” (Translation Criticism, 2016, par. 2).

Kritik penerjemahan mengukur sejauh mana penerjemah sesuai dengan penerjemahan yang benar dan lengkap untuk keseluruhan teks. Ini bukan penerjemahan kata-demi-kata, tetapi penerjemahan dari sebuah ekuivalensi verbal tanpa menambah atau mengabaikan (Translation Criticism, 2013, par.1). Salah satu poin paling penting yang harus diukur melalui analisis dan kritik penerjemahan adalah paritas linguistik, yaitu penggunaan tingkat linguistik bahasa target setara dengan tingkat bahasa dalam bahasa sumber. Pengkritik penerjemahan juga menganalisis signifikansi verbal dan morfologis dari suatu kata dalam teks asli dan membandingkannya dengan apa yang dipilih penerjemah dalam bahasa target (Translation Criticism, 2013, par. 3).

Analisis ini juga membedakan antara sinonim dan kata-kata yang serupa, misalnya, Bahasa Arab secara khusus menjelaskan makna dan spesialisasi artikulasi yang akurat. Meskipun, ada beberapa kata yang konvergen dalam maknanya, tetapi ada perbedaan yang meng-karakterisasi setiap kata dari yang lain menurut penggunaan (Translation Criticism, 2013, par. 4). Selain itu, gaya penulisan penting dalam kritik dan analisis. Keduanya adalah salah satu fitur paling menonjol yang membedakan teks. Penerjemah harus menyadari gaya yang digunakan penulis / pembicara untuk mengilustrasikan gambar yang akurat dari teks asli (Translation Criticism, 2013, par. 6).

Kualitas penerjemahan terkait erat dengan penerjemah, setiap kali kemampuan bahasa dan tingkat pengetahuannya diperluas, ia dapat menguasai metode penerjemahan dan lulus dengan tingkat kemahiran tertinggi (Translation Criticism, 2013, par. 7).

4.3 Analisis Terjemahan Empat Puluh Hadith An-Nawawi

Tidak cukup bagi penerjemah ahli dalam kedua bahasa; yaitu bahasa sumber dan bahasa target, untuk menerjemahkan teks-teks Al-Quran dan teks kenabian. Telah diketahui bahwa setiap sains / ilmu pengetahuan memiliki istilahnya sendiri, oleh karena itu; tidak cukup hanya dengan mengetahui makna linguistik dari kata-kata ini, penerjemah dari Sunnah Nabi harus fasih dengan agama dan dasar-dasar agama secara umum serta istilah-istilah yang sering digunakan dalam ilmu-ilmu pendukung (Waiet, hal. 7). Penerjemah juga harus memiliki kemampuan untuk mentransfer istilah agama ke bahasa target dengan jelas.

Dengan tidak adanya kemampuan ini, ia tidak dapat menerjemahkan Sunnah Nabi dengan benar. Penerjemah yang menerjemahkan sabda Nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya), ke bahasa target, menyampaikan makna hadits, oleh karena itu ia terlihat sebagai narator hadis yang mematuhi makna (Waiet, hal. 8).

Analisis terhadap Hadits Empat Puluh An-Nawawi didasarkan pada dua teks yang harus memiliki ekspresi semantik yang sama dalam bahasa sumber dan bahasa target, serta didasarkan pada aturan tata bahasa kedua bahasa. Meskipun ada perbedaan dalam struktur morfologis dan sintaksis di antara mereka. Perbedaannya juga dalam pikiran-pikiran dan budaya (Al-Fawadi, par. 4).

Kritik terhadap teks yang diterjemahkan juga merupakan perbandingan antar terjemahan untuk menunjukkan tingkat penguasaan atau ketipisan karya terjemahan, dan untuk memperjelas kesempurnaan penerjemahan untuk dapat ditingkatkan dengannya dan untuk menemukan kelemahan untuk menghindarinya (Al-Fawawdi, par. 4).

Analisis dan kritik terhadap terjemahan Hadits An-Nawawi di sini dikenakan pada tiga sumber terjemahan yang berbeda. Penelitian ini mempelajari sampel spesifik dari hadits-hadits yang mencakup masalah perbandingan dengan baik. Seperti disebutkan sebelumnya dalam bab ini, kritik tidak hanya mencakup sisi negatif, tetapi juga mencakup sisi positif.

4.4 Berurusan dengan Hadits yang Lemah (Daif)

Empat Puluhan (Al-Arbaeenat) adalah sejenis buku-buku hadits yang mencakup empat puluh hadits tentang Nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) (Al-Arbaeenat, 2014, par. 1). Empat Puluhan ini terjadi yang bergantung pada perkataan Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya): “Barangsiapa yang menghafal dan memelihara bagi umat-ku empat puluh hadits yang berkaitan dengan agamanya, Allah akan membangkitkan dia pada Hari Pengadilan sebagai seorang yang faqih”. [diriwayatkan dari Ibn Abbas, Anas dan Abu-Hurairah (RA)];

من حفظ على أمتي أربعين حديثا من أمر دينه بعثه الله يوم القيامة فقيها عالما

Bahwa para cendekiawan mengumpulkan 40 hadits baik Nabawi atau Qudusi tentang sebuah persoalan dalam Islam yang sesuai dengan tujuan untuk mengumpulkannya (Al-Jabaan, hal. 4).

Kompilasi ini berbeda dari satu motif ke motif lainnya; yaitu tentang masalah yang berbeda. Orang pertama yang menyusun buku-buku ini adalah Al-Imam Abd-Allah bin Al-Mubarak Al-Handhali (Al-Jabaan, hal. 7). Penyebab di balik penyusunan seperti buku-buku ini mendukung tiga hal; hal pertama tergantung pada ulama pada hadits ini: “Siapa yang menghafal dan memelihara […]”; “[….] من حفظ على أمتي “, yang kedua adalah intimasi dan deklarasi hadits Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) untuk umat Islam dan yang ketiga adalah mengikuti para ulama yang mengumpulkan empat puluhan ini, seperti Al-Imam An-Nawawi dan mereka yang mendahuluinya (Al-Jabaan, hal. 7-8).

Sebagian besar ulama tertarik dengan hadits sebelumnya sehingga hadits ini diriwayatkan oleh banyak sahabat Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya); ibn Abbas, Anas bin Malik, Abu-Hurairah, ibn Omar, dll. (Al-Jabaan, hal. 9). 

“Barangsiapa menghafal dan memelihara untuk umat-ku empat puluh hadits yang berkaitan dengan Sunnah dan ia menyampaikannya kepada mereka, pada hari penghakiman aku akan menjadi pemohon syafaat atau saksi baginya”. [diriwayatkan dari ibn Omar (RA)].

“من حفظ على أمتي أربعين حديثا من السنة حتى يؤديها إليهم كلت له شفيعا أو شهيدا يوم القيامة”.

“Siapa pun yang memelihara dariku kepada umatku yang datang setelahku empat puluh hadits, dia akan ditulis dalam kumpulan ulama dan dia akan dibangkitkan dengan kelompok syuhada”. [diriwayatkan dari ibn Omar].

“من نقل عني إلى من يلحقني من أمتي أربعين حديثا كتب في زمرة الشهداء وحشر في جملة الشهداء”.

Sebagian besar ulama sepakat bahwa hadits ini lemah (daif) bahkan jika diriwayatkan oleh perawi yang berbeda (Al-Khadhir, 2014, par. 2). Al-Imam An-Nawawi mengatakan dalam pengantar bukunya Hadis Empat Puluh An-Nawawi tentang hadits ini dan bagaimana ia bergantung padanya dalam mengumpulkan empat puluh hadits:

“Para ahli sepakat untuk diizinkan menggunakan hadits yang lemah (daif) untuk kebajikan karya (yaitu karya-karya keagamaan). Namun, ketergantungan saya bukan pada hadits ini, tetapi pada perkataan Nabi Muhammad (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) dari hadits yang benar; “Biarkan dia yang hadir di sini menyampaikan (pesan ini) kepadanya yang tidak hadir” (Riyad As-Saleehin); “ليبلغ الشاهد منكم الغائب” dan semoga Allah bersukacita dengan seseorang yang mendengar pepatah saya sehingga menghafalkannya dan kemudian menyampaikannya kepada ” نضر الله امرأ سمع مقاااان “.” (Al-Khadhir, 2014, par. 2-3).

5.0 Model-model Penerjemahan dari Hadits Empat Puluh An-Nawawi

Bab ini memberikan studi praktis tentang terjemahan delapan hadits dari Bahasa Arab ke Bahasa Inggris, dalam 3 hasil terjemahan berikut:

  1. Al-Nawawi’s Forty Hadiths, Sidheeque M. A. Veliankode, 2001.
  2. ShurhArba’een Al-Nawawi – Commentary of Forty Hadiths of Al-Nawawi, Jamal Ahmed Badi, 2002.
  3. Translation of Al-Nawawi’s 40 Hadiths.

5.1.1 Hadis No. 1

الحديث الأول: إنما الأعمال بالنيات

(عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب – رضي الله عنه – قال: سمعت رسول الله -صلى الله عليه وسلم – يقول:.” إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “

رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري و أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة ).

Hadits Pertama

Amal Bergantung pada Niatnya

I. Terjemahan Pertama

On the authority of the Commander of Faithful Abu Hafs Umar ibn al-Khattab t who said: I heard the Messenger of Allah r say: “Actions are but by intention and every man shall have but by that which intended. Thus he whose migration was for Allah and His Messenger, his migration was for Allah and His Messenger, and he whose migration was to achieve some worldly benefit or to take some woman in marriage, his migration was for that for which he migrated.”

It was related by the two Imams of scholars of Hadith, Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughira ibn Bardizbah al-Bukhari and Abu ‘l-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qushairi an-Naisaburi, in their two Sahihs, which are the soundest of the compiled books.

II. Terjemahan Kedua

It is narrated on the authority of Amirul Mu’minin, Abu Hafs ‘Umar bin al-khattab, radiyallahu ‘anhu who said: I heard the Messenger of Allah, sallallahu ‘alayhi wasallam, say: “Actions are judged by motives (niyyah), so each man will have what he intended. Thus he whose migration (hijrah) was to Allah and His Messenger, his migration is to Allah and His Messenger, but he whose migration was for some worldly thing he might gain, or for a wife he might marry, his might is to that for which he migrated.”

[Al-Bukhari and Muslim]

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Omar bin Al-khattab, who said: I heard the messenger of Allah salla Allah u alihi wasallam say: “Actions are but by intentions and every man shall have but that which he intended. Thus he whose migration was for Allah and His messenger, his migration was for Allah and His messenger, and he whose migration was to achieve some worldly benefit or to take some woman in marriage, his migration was for that for which he migrated.” Related by Bukhari and Muslim.

Analisis

Dalam terjemahan pertama, penerjemah menggunakan frasa on the authority of the Commander of faithful; yaitu, nama panggilan untuk Omar bin Al-Khattab, daripada menggunakan transliterasi untuk itu; Amirul Mu’minin sebagaimana dalam terjemahan lainnya. Dia tidak menggunakan bentuk jamak untuk kata 

t dalam bahasa Arab. Terjemahan ini menggunakan kata kerja modal shall dengan subjek every man, meskipun paling sering digunakan dalam kalimat dengan dua kata ganti I dan we.

Pada bagian akhir dari hadits ini, ia menerjemahkan kata ( صحيحيهما ) their two Sahihs, tanpa menyatakan bahwa keduanya merupakan dua buku yang dinisbatkan pada dua ulama ini; al-Bukhari dan Muslim, yang digunakan untuk meriwayatkan hadits-hadits nabi (semoga damai dan berkah terlimpah padanya). Dia menerjemahkan dan menyajikan nama lengkap perawi seperti dalam teks Arab tidak seperti terjemahan kedua dan ketiga.

Terjemahan kedua, penerjemah mentransliterasikan nama panggilan Omar bin Al-Khattab. Dia mulai dengankata yang sama actions. Ia menggunakan kata motives daripada intentions sebagaimana yang digunakan pada terjemahan pertama, yang artinya ( نِيَّات ). Ia menggambarkan dua kata motives dan migration yang mentransliterasikannya menjadi niyyah dan hijrah. Penerjemah ini menggunakan preposisi to daripada for yang digunakan dalam terjemahan pertama dan ketiga karena dalam his migration is to Allah and His Messenger yang for merujuk pada tujuan yang dimaksudkan, sedangkan to merujuk pada sebuah gerakan, tindakan, atau kondisi. Ini menerjemahkan kata ( امرأة ) a wife daripada a woman. Dia menerjemahkan hanya nama keluarga narator/perawi; Al-Bukhari dan Muslim. Terjemahan ketiga, penerjemah tidak menerjemahkan nama panggilan Omar bin Al-Kattab ( أمير المؤمنين ). Terjemahan ini mirip dengan yang pertama kecuali penerjemahan frasa yang mengikuti Messenger dan Omar bin Al-Kattab; r dan t, yang menerjemahkan nama-nama narrator/perawi dari hadits, dan penulisan kata Messenger dalam huruf kecil.

Berikut adalah lanjutan studi praktis tentang terjemahan delapan hadits dari Empat Puluh An-Nawawi, dari Bahasa Arab ke Bahasa Inggris. Kali ini telah sampai pada hadits kedua.

5.1.2 Hadis No. 2

الحديث الثاني : بيان الإسلام والإيمان  والإحسان

عن عمر- رضي الله عنه- أيضا قال :

“بينما نحن جلوس مع رسول الله – صلى الله عليه وسلم- ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر، لا يرى عليه أثر السفر، ولا يعرفه منا أحد، حتى جلس إلى النبي- صلى الله عليه وسلم- فأسند ركبتيه إلى ركبتيه، ووضع كفيه على فخديه و قال: يا محمد أخبرني عن الإسلام. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم- : ” الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا” قال: صدقت. فعجبنا له يسأله ويصدقه، قال: فأخبرني عن الإيمان قال: أن تؤمن بالله، وملائكته، و كتبه، و رسله، واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره قال: صدقت. قال: فأخبرني عن الإحسان. قال: أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك، قال: فأخبرني عن الساعة. قال: ما المسؤول عنها بأعلم من السائل. قال: فأخبرني عن أماراتها. قال: أن تلد الأَمة ربتها، وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان. ثم انطلق فلبثت مليا، ثم قال: يا عمر أتدري من السائل؟ قلت: الله ورسوله أعلم. قال: فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم” –  
رواه مسلم

Hadits Kedua

Bangunan Islam, Iman, dan Ihsan

I. Terjemahan Pertama

Also on the authority of Umar t who said:

One the day while we were sitting with the messenger of Allah r there appeared before us a man whose clothes were exceedingly white and whose hair was exceedingly black; no signs of journeying were to be seen on him and none of us knew him. He walked up and sat down by the prophet r. Resting his knees against his Knees and placing the palms of his hands on his thighs, he said: O Muhammad, tell me about Islam. The Messenger of Allah r said: Islam is to testify that there is no god but Allah and Muhammad is the Messenger of Allah, to perform the prayers, to pay the Zakat, to fast in Ramadan, and too make the pilgrimage to the House if you are able to do so. He said: You have spoken rightly, and we were amazed at him asking him and saying that he had spoken rightly. He said: Then tell me about Iman. He said: It is to believe in Allah, His angels, His books, His messengers, and the Last Day, and to believe in divine destiny, both the good and the evil thereof. He said: You have spoken rightly. He said: Then tell me about Ihsan. He said: It is to worship Allah as though you are seeing Him, and while you see Him not yet  truly He see you. He said: Then tell me about the Hour. He said: The one questioned about it knows no better than the questioner. He said: Then tell me about its signs. He said: That the slave-girl will give birth to her mistress and that you will see the barefooted, naked, destitute herdsmen competing in constructing lofty buildings. Then he took himself off and I stayed for a time. Then he said: O Umar, do you know who the questioner was? I said: Allah and His Messenger know best. He said: It was Gebriel, who came to you to teach your religion.” It was related by Muslim.

II. Terjemahan Kedua

Also on the authority of Umar, radiyallah anhu who said:

“While we were one day sitting with the Messenger of Allah, sallallahu alayhi wasallam, there appeared before us a man dressed in extremely white clothes and 
with very black hair. No traces of journeying were visible on him, and none of us knew him.

He sat down close by the prophet, sallallahu alayhi wasallam, rested his knee against his thighs, and said, O Muhammad! Inform me about Islam. “Said the Messenger of Allah, sallallahu alayhi wasallam, Islam is that you should testify that there is no deity save Allah and that Muhammad is His Messenger, that you should perform salah (ritual prayer), pay Zakah, fast during Ramadan, and perform Hajj (pilgrimage) to the House (the Ka’bah at Makkah), if you can find a way to it (or find the means for making the journey to it). ” said he (the man), ” you can truly.”

We were astonished at his thus questioning him and telling him that he was right, but he went on to say, “Inform me about iman (faith).” He (the Messenger of Allah) answered, ” It is that you believe in Allah and His angels and His Books  and His Messengers and in the Last Day, and in fate (qadar), both in its good and its evil aspects. ” He said, ” You have spoken truly.”

Then he (the man) said, “Inform me about Ihsan. “He (the Messenger of Allah) answered, “It is that you should serve Allah as though you could see Him, for though you cannot see Him yet He sees you.” He said ” Inform me about the Hour.” He ( the Messenger of Allah) said, ” About that the one questioned knows no more than the questioner.” So he said, “Well, inform me about the signs thereof (i.e. of its coming).” Said he, ” They are that the slave-girl will give birth to her mistress, that you will see the barefooted ones, the naked, the destitute, the herdsmen of the sheep (competing with each other) in raising lofty buildings.” Thereupon the man went off.

I waited a while, and then he ( the Messenger of Allah) said, ” O Umar, do you know who that the questioner was?” I replied, ” Allah and His Messenger know better.” He said, ” That was Jibril. He came to teach you your religion.” [Muslim]

Terjemahan Ketiga

Also on the authority of Umar, who said: One day while we were sitting with the Messenger of Allah there appeared before us a man whose clothes were exceedingly white and whose hair was exceedingly black; no signs of journeying were to be seen on him and none of  us knew him. He walked up and sat down by the prophet. Resting his knees against his and placing the palms of his hands on his thighs, he said: ” O Muhammad, tell me about Islam”. The Messenger of Allah said: ” Islam is to testify that there is no god but Allah and Muhammad is the Messenger of Allah, to perform the prayers , to pay the zakat, to fast in Ramadan, and to make pilgrimage to the House you are able to do so”. He said: ” You have spoken rightly” , and we were amazed at him asking him and saying that he had spoken rightly. He said: ” Then tell me about eman”. He said: ” It is to believe in Allah, His angels, His books, His Messengers, and the Last Day, and to believe in divine destiny, both the good and the evil thereof “. He said you have spoken rightly”. He said: ” Then tell me about ehsan”. He said: ” It is to worship Allah as though you are seeing Him, and while you see Him not yet truly He sees you”. He said: ” Then tell me about the Hour”. He said: ” The one questioned about it knows no better than the questioner “. He said: ” Then tell me about its signs.” He said: ” That the slave-girl will give birth to her mistress and that you will see the barefooted, naked, destitute herdsmen competing in constructing lofty buildings.” Then he took himself off and I stayed for a time. Then he said: ” O Omar, do you know who the questioner was? ” I said: “Allah and His messenger know best”. He said: “He was Jebreel (Gabriel), who came to you to teach you your religion.” Narrated by Muslim.

Analisis

Dalam terjemahan pertama, penerjemah memulai dengan kata (also); yaitu menunjukkan keberadaan hadits lain yang disebutkan sebelum hadits ini; yaitu hadits kedua dari kompilasi hadits An-Nawawi ini. Penerjemah menggunakan cara dan gaya yang dapat membuat hadits ini diterjemahkan tidak dengan semestinya, misalnya, ia menulis kata (messenger) dalam huruf-huruf kecil, meskipun kata ini merujuk pada Nabi Muhammad, salam sejahtera bagi-nya. Juga, kata ganti his dalam dua frase his tighs dan his knees. Dia juga membiarkan frasa صلى الله عليه وسلم tidak diterjemahkan, meskipun frasa ini mungkin tidak jelas untuk pembaca non-Arab. 

Beberapa kata dalam hadits ini seperti زكاة , إيمان , إحسان , dll. Adalah istilah agama yang ditransliterasikan ke dalam Zakat, Iman, Ihsan, masing-masing tanpa ilustrasi dalam Bahasa Inggris. Selain itu, penerjemah di sini juga tidak menggunakan tanda baca dengan sempurna. Para peneliti melihat bahwa terjemahan ini menggunakan kata-kata yang sudah dikenal yang membantu pembaca memahami makna hadits yang dimaksud, seperti menggunakan kata god alih-alih kata lain yang digunakan dalam banyak agama. Dalam kalimat terakhir, penerjemah menggunakan kata best alih-alih better yang berarti Allah dan Rasul-Nya (salam sejahtera baginya) paling tahu, dan tidak ada perbandingan antara mereka (yaitu Allah, Rasul, dan manusia).

Dalam terjemahan kedua, penerjemah mulai dengan kata yang sama (also) bahwa kompilasi hadis An-Nawawi ini telah pasti dalam penyajiannya. Penerjemah ini menerjemahkan beberapa kata dalam hadits ini yang mungkin tidak dipahami dengan baik, misalnya kalimat: (peace and Blessing be Upon Him) diterjemahkan sesuai dengan pengucapannya (sallallahu alayhi wasallam) yang ia terjemahkan dengan cara literal. Dia menulis kata (Messenger) dalam huruf kapital, sementara dia tidak menulis beberapa kata ganti dalam huruf kapital bahwa mereka kembali ke Nabi Muhammad (salam sejahtera baginya).

Dalam terjemahan ini, penerjemah tidak menerjemahkan beberapa kalimat dalam hadits, meskipun kata-kata ini penting dan tidak dipahami dalam konteks. Ia menjelaskan beberapa kata keagamaan, seperti Salah (ritual prayers), Hajj (pilgrimage), dan juga House yang memiliki makna (Ka’bah).

Penerjemah ini menggunakan penerjemahan literal yang dalam kalimat: ( فقال الرسول ) ia tidak berkonsentrasi pada aturan bahasa target untuk pertukaran subjek di tempat kata kerja. Dia juga menggunakan kata hubung (and) seperti dalam bahasa sumber (Bahasa Arab), seperti dalam kalimat: Allah and His angels and His books and His Messenger, dll. Penerjemah di sini menggunakan kata (better) daripada kata (best).

Dalam terjemahan ketiga, penerjemah memulai sebagaimana dua terjemahan sebelumnya. Kami memerhatikan bahwa ia tidak menerjemahkan kalimat: (May Peace and Blessing be Upon Him), meskipun itu adalah bagian dari hadits. Dia menggunakan dalam menerjemahkan kata-kata akrab proses, dan juga menggunakan tanda baca. Di sini, dia tidak menjelaskan kata-kata keagamaan untuk ilustrasi. Dia tidak menggunakan huruf kapital untuk kata ganti yang mengacu ke Nabi Muhammad (salam sejahtera baginya). Terjemahan ini mirip dengan terjemahan pertama dalam menggunakan kata-kata, dan cara terjemahan itu sendiri lebih dari yang kedua.

Berikut adalah lanjutan studi praktis tentang terjemahan delapan hadits dari Empat Puluh An-Nawawi, dari Bahasa Arab ke Bahasa Inggris. Kali ini telah sampai pada hadits ketiga, dengan menyajikan hadits nomor 6.

5.1.3 Hadis No. 6

الحديث السادس: الحلال بَيِّنٌ و الحرام بَيِّنٌ

عن أبي عبد الله النعمان بن بشير y قال: سمعت رسول الله r يقول: “إن الحلال بين, و إن الحرام بين, و بينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه, و من وقع في الشبهات وقع في الحرام, كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه, ألا وإن لكل ملك حمى, ألا و إن لكل ملك حمى, ألا و إن حمى الله محارمه ألا و إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله , و إذا فسدت فسد الجسد كله: ألا وهي القلب “. رواه البخاري و مسلم.

Hadits Keenam

Yang Halal itu Jelas dan Yang Haram itu Jelas

I. Terjemahan Pertama

On the authority of Abu Abdullah an-Nu’man the son Bashir, y who said: I heard the Messenger of Allah r says: “That which is lawful is plain and unlawful is plain and between the two of them are doubtful matters about which not many people know. Thus he who avoids doubtful matters clears himself in regard to his religion and honor, but he who fall into doubtful matters falls into that which is unlawful, like the shepherd who pastures around a sanctuary, all but grazing therein. Truly every king has a sanctuary, and truly Allah’s sanctuary is His prohibitions. Truly in the body there is a morsel of flesh which, if it be whole, all the body is whole and which, if it be deceased, all of it is deceased. Truly it is the heart.”  It was related by Bukhari and Muslim.

II. Terjemahan Kedua

On the authority of Abu Abdullah Al-Nu’man bin Bashir, radiyallahu anhuma, who said: I heard the Messenger of Allah, sallallahu’ alayhi wasallam, say: “Truly what is lawful is evident, and what unlawful is evident, and  in the between the two are matters which are doubtful which many people do not know. He who guards against doubtful things keeps his religion and honor blameless, and he who indulges in doubtful things indulges in fact in unlawful things, just as a shepherd who pastures his flock round a preserve will soon pasture them in it. Beware, every king has a preserve, and the things Allah has declared unlawful are His preserves. Beware, in the body there is a flesh, if it is sound, the whole body is sound, and if it is corrupt, the whole body is corrupt, and behold, it is the heart.” [Al-Bukhari and Muslim]

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Al-Numan bin Bashir, who said: I heard the messenger of Allah  say: “That which is lawful is plain and that which is unlawful is plain and between the two of them are doubtful matters about which not many people know. Thus he who avoids doubtful matters clears himself in regard to his religion and his honor, but he who falls into doubtful matters falls into that which is unlawful, like the shepherd who pastures around a sanctuary, all but grazing therein. Truly every king has a sanctuary, and truly Allah’s sanctuary is His prohibition. Truly in the body there is a morsel of flesh which, if it be whole, all the body is whole and which, if it be deceased, all of it is deceased. Truly it is the heart.” Narrated by Bukhari and Muslim.

Analisis

Mirip dengan hadits lain, hadits ini berbicara perkara Islam tentang hal-hal yang halal dan haram, dan bagaimana menghadapinya (Al-Blehad, par. 2).

Terjemahan pertama, penerjemah menerjemahkan kata ( أبي ) sebagai Abu daripada menerjemahkannya ke kata father yang sudah dikenal sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Dia mentransliterasikan nama ( النعمان ) tanpa artikel ( الـ ) seperti dalam Bahasa Arab. Penerjemah ini menggunakan kalimat yang panjang dalam terjemahannya seperti pada kalimat di between the two of them,sehingga lebih mudah untuk menyebutkan hanya di between the two. Beberapa kalimat tidak berurutan, seperti ia menerjemahkan frasa ( بن بشير ) ke son Bashir seperti dalam urutan bahasa Arab, bukan Bashir’s son atau the son of Bashir. Juga, dalam kalimat (لا يعلمهن كثير من الناس ) dia menerjemahkan not many people know daripada many people do not know. Dia menerjemahkan kata ganti seolah-olah hadits ini ditujukan kepada pria Muslim saja seperti dalam kalimat yang dia hindari, bahwa lebih baik menggunakan kata seperti whoever daripada he/she untuk pria dan wanita Muslim.

Penerjemah membuat frasa yang mengikuti nama-nama nabi (semoga Allah melimpahkan damai dan sejahtera padanya), dan sahabat-sahabat beliau dalam Bahasa Arab r dan t. Dia tidak menggunakan kata-kata yang jelas dalam beberapa kalimat, seperti kata ( بين ), dia menerjemahkannya menjadi plain daripada kata-kata yang akrab, seperti evidentobvious, dll. Juga, kata whole untuk ( صلحت ) daripada kata-kata umum, seperti sound yang lebih mudah dimengerti. Dia menerjemahkan nama ( البخاري ) Bukhari tanpa artikel ( الـ ), meskipun penerjemah ini menerjemahkan nama ini dalam artikel ( الـ ) Al-Bukhari dalam beberapa hadits, menunjukkan bahwa proses penerjemahan tidak sesuai dengan gaya buku ini.

Dalam terjemahan kedua, penerjemah menerjemahkan kata-kata ( أبي ) dan ( بن ) Abu dan bin alih-alih menerjemahkannya father dan son yang dipahami oleh pembaca. Dia mentransliterasikan frasa yang mengikuti nama-nama nabi (semoga Allah melimpahkan damai dan sejahtera padanya) dan sahabat-sahabatnya r dan t. Dia menggunakan beberapa kata yang jelas dan mudah dimengerti, seperti evident untuk ( بين ), sound untuk ( صلحت ), tetapi dia menggunakan beberapa kata yang tidak jelas, seperti kata guards untuk ( التقى ) daripada avoids, dan kata indulges untuk ( وقع ) daripada falls into seperti dalam terjemahan pertama dan ketiga. Bentuk negasi dalam kalimat yang many people do not know lebih mudah daripada terjemahan lainnya. Penerjemah ini mentransliterasikan nama ( البخاري ) dengan artikel ( الـ ), tetapi ia tidak menyebut perannya dan peran Muslim, bahwa mereka berdua adalah perawi/narrators untuk hadits ini.

Terjemahan ketiga, penerjemah menggunakan kata-kata yang sama dengan terjemahan pertama dalam proses penerjemahan. Dia tidak menerjemahkan atau mentransliterasikan frasa yang mengikuti nama-nama nabi (semoga Allah melimpahkan damai dan sejahtera padanya) dan sahabat-sahabatnya r dan t, dan dia juga tidak menerjemahkan nama lengkap untuk ( أبوعبدالله النعمان بن بش رشير ) Al-Numan bin Basheer. Ia menggunakan aturan menambahkan –s ke kata kerja tunggal orang ketiga dalam present tense, seperti dalam saysavoidsfalls, dll. Terjemahan ini lebih baik daripada terjemahan pertama dan kedua yang mana para penerjemah tidak berfokus pada aturan penambahan –s orang ketiga dalam semua kata kerja. Penerjemah ini tidak menerjemahkan nama ( البخاري ) dengan artikel ( الـ ) seperti dalam beberapa hadits dari sumber ini.

5.1.4 Hadis No. 7

الحديث السابع: الدين النصيحة

عن أبي رقية تميم بن أوس الداري t أن النبي r قال:

“الدين النصيحة. قلنا لمن؟ قال: لله ، ولكتابه ، ولرسوله ، ولأئمة المسلمين ، وعامتهم”. رواه مسلم.

Hadits Ketujuh

Agama adalah Nasihat

I. Terjemahan Pertama

On the authority of Abu Ruqayya Tamim bin Aus ad-Dari, (may Allah be pleased with them both), that the Prophet (may the blessing and peace of Allah be upon him) said: “Religion is sincerity. We said: To whom? He said: To Allah and His Book, and His Messenger, and to the leaders of the Muslims and their common folk.”

It was related by Muslim

II. Terjemahan Kedua

On the authority of Tamim Al-Dari that the prophet, sallallahu ‘alayhi wasallam, said:

“Religion is nasihah.” We said: “To whom?” The Prophet, sallallahu ‘alayhi wasallam, said: “To Allah and His Book, and His messenger, and to the leaders of the Muslims and their common folk.” [Muslim]        

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Tamim Al-Dari that the prophet said: “Religion is sincerity”. We said: “To whom?” He said: “To Allah and His Book, and His messenger, and to the leaders of the Muslims and their common folk”. Narrated by Muslim.

Analisis

Dalam terjemahan pertama, penerjemah menerjemahkan kedua kata [ أبي ] dan [ ابن ] alih-alih menerjemahkannya ke kata umum father dan son. Dia menerjemahkan frasa-frasa yang mengikuti nama-nama Rasulullah (semoga damai dan berkah terlimpah padanya) dan sahabat-sahabatnya t dan r, meskipun dia tidak menerjemahkan / mentransliterasikanya dalam kebanyakan hadits dari buku ini.

Penerjemah menggunakan tanda baca seperti pada teks Arab. Dia menerjemahkan kata hubung و menjadi and daripada menggunakan serangkaian koma antara kata-kata yang berbeda dalam kalimat.

Dalam terjemahan kedua, penerjemah menerjemahkan / mentransliterasikan bukan nama lengkap [ أبو رقية ] atau frasa yang mengikuti nama-nama sahabat Rasul t. Dia mentransliterasikan kalimat r menjadi sallallahu ‘alayhi wasallam daripada menerjemahkannya seperti dalam terjemahan pertama. Ia juga menerjemahkan kata [ نصيحة ] menjadi nasihah, meskipun ia bisa menerjemahkannya ke kata-kata yang sudah dikenal dalam Bahasa Inggris seperti penerjemah pertama yang menerjemahkannya dengan sincerity.

Dalam terjemahan ketiga, penerjemah tidak mentransliterasikan nama lengkap [ أبورقية ] seperti dalam terjemahan kedua. Ia menggunakan kata-kata yang sama dari terjemahan pertama. Dia tidak menggunakan huruf pertama kapital dari kata prophet dan messenger. Dia menerjemahkan / mentransliterasikan frasa t dan r yang tidak dia lakukan dalam kebanyakan hadits (yang sedang dikaji) dari sumber ini.


5.1.5 Hadis No. 12

الحديث الثاني عشر: ترك ما لا يعني المسلم

عن أبي هريرة ، قال: قال رسول الله t : “من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه”. حديث حسن ، رواه الترمذي وغيره هكذا.

Hadits Kedua belas

Meninggalkan yang Tidak Berguna

I. Terjemahan Pertama

On the authority of Abu Huraira t who said: the Messenger of Allah r said: “Part of someone’s being a good Muslim is his leaving alone that which does not concern him.”

A good Hadith which was related by at-Tirmidhi and others in this form.

II. Terjemahan Kedua

On the authority of Abu Hurairah, radiyallahu ‘anhu, who said: The Messenger of Allah, sallallahu ‘alayhiwasallam, said:

“Part of the perfection of someone’s Islam is his leaving alone that which does not concern him.”

[Hadith hasan – Recorded by Tirmidhi]

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Abu Hurairah, who said: The Messenger of Allah said: “Part of someone’s being a good Muslim is his leaving alone that which does not concern him.”

Fine hadith narrated by Termithi and others

Analisis

Dalam terjemahan pertama, penerjemah menggunakan frasa t dan r dalam bahasa Arab dalam teks yang diterjemahkan. Dia juga menggunakan kata Abu sebagai transliterasi dari kata [ أبي ]. Dia menerjemahkan kata ganti yang menunjukkan kata Muslim menjadi his dan him, meskipun hadits ini membahas baik pria maupun wanita Muslim. Ia menerjemahkan bagian-bagian dari kalimat terakhir [ رواه البخاري ومسلم ، حديث حسن ] sebagai sebuah kalimat yang ia gunakan kata ganti relatif daripada koma sebagaimana dalam teks Arab. Dia mentransliterasikan nama narrator [ الترمذي ] menjadi at-Tirmidhi tanpa memusatkan artikel Arab ( الـ ) di awal nama.

Dalam terjemahan kedua, penerjemah mentransliterasikan kata [ أبي ] menjadi Abu dan mentransliterasikan frasa t dan r ke radiyallahu ‘anhu dan sallallahu alayhi wasallam. Dia mulai menerjemahkan dalam kalimat yang lebih jelas daripada terjemahan pertama. Dia menerjemahkan kata ganti yang menunjukkan kepada Muslim menjadi his dan him, meskipun hadits ini membahas baik Muslim pria maupun wanita. Penerjemah menggunakan tanda baca dengan benar. Dia tidak menerjemahkan kalimat terakhir Hadith hasan- Recorded by Tirmidhi menjadi suatu kalimat penuh yang tidak memiliki subjek dan kata kerja di awal. Ini harus diterjemahkan menjadi Hadith hasan which was related by Al-Tirmidhi. Dia mentransliterasikan nama perawi [ الترمذي ] menjadi Tirmidhi tanpa artikel Arab ( الـ ). Dia tidak menjelaskan kata [ حسن ] hasan di akhir hadits sehingga dapat dipahami sebagai nama seseorang.

Dalam terjemahan ketiga, kata [ أبي ] diterjemahkan menjadi Abu daripada kata father yang umum. Penerjemah di sini tidak menggunakan huruf kapital untuk kata Messenger seperti dalam terjemahan pertama dan kedua. Dia menggunakan koma di depan kata ganti relatif who dan dia tidak menggunakan tanda berhenti pada kalimat terakhir dari hadits, menunjukkan bahwa dia tidak menggunakan tanda baca dengan sesuai. Dia juga menggunakan kata ganti his dan him seolah-olah hadis tidak membahas perempuan Muslim. Dia mentransliterasikan nama perawi [ الترمذي ] ke Tirmithidengan th daripada dh ke huruf Arab ذ , sebagaimana dalam terjemahan pertama dan kedua.

5.1.6 Hadits No. 13

الحديث الثالث عشر: كمال الإيمان

عن أبي حمزة أنس بن مالك- خادم رسول الله- عن النبي قال: “لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنسه.” رواه البخاري ومسلم.

Hadits Ketiga belas

Iman yang Sempurna

I. Terjemahan Pertama

On the authority of Abu Hamza Anas ibn Malik t – the servant of the Messenger of Allah r- that the Prophet r said:

“None of you (truly) believes until he wishes for his brother what he wishes for himself.”

It was related by al-Bukhari and Muslim.

II. Terjemahan Kedua

Abu Hamza Anas bin Malik, radiyalahu ‘anhu, who was a servant of the Messenger of Allah, sallallahu ‘alayhi wasallam, reported that the prophet, sallallahu ‘alayhi wasallam, said:

“None of you truly believes (in Allah and in His religion) until he loves for his brother what he loves for himself”. [Al-Bukhari and Muslim]

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Anas bin Malik, the servant of the messenger of Allah, that the prophet said: “None of you [truly] believes until he wishes for his brother what he wishes for himself.” Related by Bukhari and Muslim.

Analisis

Dalam terjemahan pertama, dua kata أبي dan بن ditransliterasikan ke Abu dan bin. Penerjemah menghindari struktur sintaksis; alih-alih menggunakan أبي , ia menggunakan Abu. Dia meninggalkan dua frasa t dan r tidak diterjemahkan. Dia menggunakan kata truly untuk memberikan lebih banyak penjelasan tentang pentingnya iman (…) bahwa itu harus dalam kepercayaan. Dia menerjemahkan kata أخ menjadi brother dan menerjemahkan kata ganti yang menunjukkan kata ini his dan him, meskipun kata أخ dalam hadits ini menunjukkan baik pria dan wanita Muslim. Dia menggunakan tanda baca dengan benar. Dia menerjemahkan kalimat terakhir hadits رواه البخاري ومسلم menjadi It was related by al-Bukhari and Muslim dalam bentuk penuh. Dia mentransliterasikan nama البخاري ke al-Bukhari dengan artikel Arab ( الـ ), meskipun tidak ditulis dalam beberapa hadits dari sumber ini yang sedang diteliti.

Dalam terjemahan kedua, penerjemah tidak memulai dengan frasa seperti biasa On the authority seperti dalam sebagian besar hadits yang sedang dikaji dari sumber ini. Dia menerjemahkan kata بن menjadi bin dan dua frase t dan r ke radiyallahu ‘anhu and sallallahu alayhi wasallam. Dia menggunakan tanda baca dengan benar. Dia menyebutkan kalimat tambahan ( in Allah and His religion ) dalam kalimat pertama untuk menjelaskan untuk siapa iman itu. Dia menerjemahkan kata أخ dan kata ganti yang menunjukkannya menjadi bentuk maskulin seolah-olah hadits ini hanya untuk pria Muslim. Lebih baik jika dia menerjemahkan kata أخ ke kedua kata brother sister dan menerjemahkan kata ganti menjadi his / her dan him / her. Ia menggunakan terjemahan yang lebih sederhana dan lebih jelas daripada terjemahan pertama. Dia tidak menerjemahkan kalimat terakhir sebagai kalimat lengkap sehingga dia hanya menerjemahkan nama narator Al Bukhari dan Muslim daripada menerjemahkannya ke kalimat seperti It was related by Al-Bukhari and Muslim.

Dalam terjemahan ketiga, penerjemah menerjemahkan kata بن menjadi bin daripada menerjemahkannya ke kata umum son of. Ia tidak menerjemahkan / mentransliterasikan dua frasa t dan r . Dia tidak menggunakan dua kata dalam kata Rasul dan Nabi seperti dalam terjemahan pertama dan kedua. Ia juga menerjemahkan kata أخ dan kata ganti menjadi bentuk maskulin. Ia menggunakan kata-kata yang sama dari terjemahan pertama. Dia menerjemahkan kalimat terakhir hadits رواه البخاري ومسلم menjadi Related by Bukhari and Muslim alihalih menerjemahkannya ke It was related by al-Bukhari and Muslim yang merupakan kalimat lengkap. Dia menerjemahkan nama narator البخاري ke Bukhari tanpa menambahkan al- untuk mengganti artikel Arab ( الـ ).

5.1.7 Hadis No. 21

الحديث الحادي والعشرون:

عن أبي عمرو- وقيل أبي عمرة- سفيان بن عبد الله قال : “قلت: يا رسول الله, قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا غيرك , قال: قل: آمنت بالله, ثم استقم” رواه مسلم.

Hadits Keduapuluh satu

Iman dan Istiqomah

I. Terjemahan Pertama

On the authority of Abu Amr and he is also given as Abu Amra-Sufyanibn Abdullah t who said:

“I said: O Messenger of Allah, tell me something about Islam which I can ask no one but you. He said: Say: I believe in Allah; and thereafter be upright.” It was related by Muslim.

II. Terjemahan Kedua

On the authority of Abu ‘Amr, though others call him Abu ‘Amra Sufyan bin ‘Abdullah, radiyallahu anhu, who said: I said: “O Messenger of Allah, tell me something about Islam which I could not ask anyone about save you.” He answered: “Say: ‘I believe in Allah’, and then stand firm and steadfast.” [Muslim]

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Sufian bin Abdullah, may Allah be pleased with him, said:

I said “O Messenger of Allah, tell me something about Islam which I can ask of no one but you”. He said: “Say: ‘I believe in Allah’, and thereafter be upright.”  Related by Muslim.

Analisis

Dalam terjemahan pertama, penerjemah menggunakan cara transliterasi untuk dua kata أبي dan بن. Ia menerjemahkan nama lengkap أبي عمرو . Dia menerjemahkan nama عمرو ke Amr daripada Umar bahwa ada perbedaan di antara mereka dalam bahasa Arab; bahwa Amr adalah untuk عمرو yang mengakhiri huruf و , dan Umar adalah untuk عمر. Dia meninggalkan frasa t tidak diterjemahkan. Dalam dua kalimat terakhir dari hadits, ia menerjemahkan kata ثم ke dalam thereafter, meskipun lebih mudah untuk dipahami jika ia menggunakan kata yang sudah dikenal then. Dia menerjemahkan kalimat negasi لا أسأل عنه أحدا غيرك menjadi I can ask no one but you daripada cannot ask anyone but you bahwa bentuk negasi dari not adalah setelah modal can.

Dalam terjemahan kedua, penerjemah menerjemahkan dua kata أبي dan بن menjadi Abu dan ibn daripada kata father dan son. Ia juga mentransliterasikan frasa t. Dia menggunakan bentuk negasi yang lebih baik daripada yang pertama dan ketiga bahwa ia menggunakan bentuk negatif dari modal sebagai could not alih-alih menerjemahkannya seperti yang pertama dan ketiga. Ia tidak menerjemahkan kalimat terakhir رواه مسلم sebagai kalimat lengkap, ia hanya menerjemahkan nama periwayat.

Dalam terjemahan ketiga, penerjemah tidak mentransliterasikan nama lengkap أبي عمرو. Ia juga menerjemahkan kata بن ke bin daripada the son of. Ia menerjemahkan frasa t, meskipun penerjemah ini tidak berminat menerjemahkan frasa t dan r dalam hadits lain yang sedang dipelajari. Dia menggunakan gaya dan kata-kata yang sama untuk menerjemahkan hadits ini dalam terjemahan pertama. Dia tidak menerjemahkan kalimat terakhir dengan benar, bahwa dia menerjemahkannya seolah-olah itu adalah kalimat Bahasa Arab, dia menerjemahkan رواه مسلم menjadi related by Muslim daripada related by Muslim.

5.1.8 Hadis No. 31

الحديث الحادي والثلاثين: الزهد الحقيقي

عن أبي العباس سهل بن سعد الساعدي قال: “جاء رجل إلى النبي فقال: يا رسول الله دلني على عمل إذا عملته أحبني الله وأحبني الناس , فقال: ازهد في الدنيا يحبك الله, وازهد فيما عند الناس يحبك الناس”. حديث حسن رواه ابن ماجه وغيره بأسانيد حسنة.

Hadit Ketigapuluh satu

Zuhud yang sesungguhnya

I. Terjemahan Pertama

On the authority of Abu al Abbas Sahl ibn Sa’ad as-Sa’idi t who said:

A man came to the Prophet r and said: O Messenger of Allah, direct me to an act which, if I do it, (will cause) Allah to love me and people to love me. He said: “Renounce the world and Allah will love you, and renounce what people possess and people will love you.”

A good Hadith related by Ibn Majah and others with good chains of authorities.

II. Terjemahan Kedua

On the authority of  Abu al-‘Abbas Sahl bin Sa’d al-Sa’idi, radiyallahu ‘anhu, 
who said:

A man came to the prophet, sallallahu ‘alayhi wasallam, and said: “O Messenger of Allah, direct me to an act which if I do it, [will cause] Allah to love me and people to love me.” He, sallallahu ‘alayhi wasallam, answered: “Be indifferent to the world and Allah will love you; be indifferent to what people possess and they will love you.”

[A fine hadith related by Ibn Majah and others with good chains of authorities]

III. Terjemahan Ketiga

On the authority of Sahl bin Saad Al-Saedi, who said:

A man came to the prophet and said: “O Messenger of Allah, direct me to an act which, if I do it, [it will cause] Allah to love me and people to love me.” He said: “Renounce the world and Allah will love you, and renounce what people possess and people will love you.”

A fine Hadith related by Ibn Majah and others with good chains of authorities.

Analisis

Dalam terjemahan pertama, dua kata أبي dan بن ditransliterasikan ke Abu dan ibn pada awal hadits, sementara penerjemah tidak menerjemahkan / mentransliterasikan frasa t dan r. Dia menggunakan frasa tambahan (will cause) yang menjelaskan kalimat; yaitu bahwa bekerja adalah sebab kecintaan Allah dan manusia. Ia tidak menggunakan tanda baca dengan benar, misalnya ia menggunakan koma setelah kata ganti relatif which. Dia menggabungkan dua kalimat menggunakan kata hubung andRenounce the world and Allah will love you  daripada menggunakan koma di antaranya sehingga seolah menunjukkan hasil dari penolakan. Dalam kalimat terakhir hadits, ia menerjemahkan dua kata حسن dan حسنة menjadi kata good tanpa menjelaskan artinya.

Dalam terjemahan kedua, penerjemah menerjemahkan dua kata أبي dan بن ke Abu dan ibn . Dia juga menerjemahkan dua frasa t dan r ke radiyallahu ‘anhu dan sallallahu alayhi wasallam. Dia menyebutkan frase r lagi setelah kata ganti Dia untuk menjelaskan bahwa kata ganti ini menunjukkan Nabi semoga bamai dan berkah terlimpah padanya. Dia menerjemahkan kata حسن menjadi fine dan menerjemahkan kata حسنة menjadi good , meskipun mereka memiliki arti yang sama dalam bahasa Arab.

Dalam terjemahan ketiga, penerjemah tidak mentransliterasikan nama lengkap narator pertama أبو العباس سهل بن سعد الساعدي . Dia menerjemahkan kata بن ke bin di awal hadits dan menerjemahkannya ke Ibn di akhir hadits, meskipun mereka memiliki arti yang sama dalam bahasa Arab. Ia tidak menerjemahkan atau mentransliterasikan dua frasa t dan r . Secara khusus, terjemahan ini mirip dengan terjemahan pertama yang penerjemah menggunakan gaya dan kata-kata yang sama kecuali kalimat pertama dan terakhir yang diterjemahkan dengan cara yang berbeda.

6.0 Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan perjalanan yang diberkahi untuk studi komparatif tentang Hadits Empat Puluh An-Nawawi, para peneliti memperhatikan bahwa proses penerjemahan didasarkan pada dua hal; yang pertama adalah memahami makna teks yang dimaksudkan dan yang kedua adalah mengekspresikan makna itu dalam bahasa lain sehingga tidak menyimpang dari kerangka bahasa sumber.

Terjemahan Sunnah kenabian hanya dapat dilakukan dengan memahami konteks Hadits dan menafsirkan maknanya dengan menggunakan referensi ilmiah dan agama tentang bidang ini, atau melalui para ulama yang memiliki pengalaman yang diperlukan untuk itu. Jika tidak, apabila seorang penerjemah mengabaikan hal-hal ini, maka ia dapat menganggap suatu Hadits tidak bermakna dan mentransfernya dengan cara yang salah.

Kesalahan umum yang dilakukan penerjemah teks agama adalah karena kelemahan akademis dalam masalah agama. Selain itu, penerjemah terkadang mengabaikan bahasa sumber dan bahasa target, seperti yang terlihat dalam terjemahan beberapa teks yang tidak memiliki ekspresi linguistik yang akurat dan kurang menggunakan tanda baca yang tepat. Menggunakan kata-kata dalam bahasa Arab yang tidak setara dengan bahasa Inggris, sehingga seorang penerjemah menggunakan sistem transliterasi untuk kata-kata ini. Ini dapat menyebabkan salah dipahami.

Melalui studi ini, diketahui bahwa para penerjemah tidak tertarik pada aturan tata bahasa untuk kedua bahasa; yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Hal ini dapat menyebabkan Muslim non-Arab mendapat pemahaman yang salah tentang orang yang dimaksud dalam hadits. Keberhasilan proses penerjemahan Sunnah Nabi tergantung pada pemahaman yang benar tentang teks yang ditransfer.

6.2 Rekomendasi

Ada beberapa rekomendasi yang muncul dari penelitian ini untuk menggambarkan beberapa hal yang diperlukan selama proses penerjemahan teks-teks agama.

Seorang penerjemah teks-teks agama Islam harus fasih berbahasa Arab karena itu merupakan bahasa Al-Quran dan Sunnah kenabian.

Penerjemah teks-teks ini harus takut kepada Allah dalam menyelidiki apakah ada yang salah atau sudah benar dalam penerjemahan hadits nabi (semoga damai dan berkah besertanya), karena ia membawa pesan pribadi dari Allah yang tidak menerima adanya distorsi. Jadi, terjemahan harus sangat tepat dan sempurna.

Seorang penerjemah teks-teks agama harus tertarik pada bidang terjemahannya; yaitu masalah agama yang terikat.

Seorang penerjemah harus berkonsultasi dengan para cendekiawan yang memiliki pengalaman baik tentang bidang Sunnah kenabian dan bersikap awas terhadap mereka yang mencoba untuk mendistorsi Islam.

Penerjemahan adalah cara yang paling penting untuk seruan Islam. Jadi, para penerjemah harus memberikan perhatian lebih saat mentransfer apa yang Allah kirimkan kepada seluruh manusia ini.

Arabic References

العقيل، محمد بن عبد العزيز بن محمد. (2008/ 1429هـ.) أحكام الترجمة.

Al-Aqeel, Muhammad bin Abd Al-Azeez bin Muhammad. (2008.) Retrieved http://d1.islamhouse.com/…/ar-ahkam- 

الأربعينات “حديث”. (2014.)

Al-Arbaeenat ‘Hadith’. (2014.) Retrieved http://ar.m.wikipedia.org/…/…-الأربعينات

الفوادي، رحيم علي. (د.ت)

Al-Fawadi, Raheem Ali. (n.d.) Retrieved www.aot.org.Ib/…/Attachment93-120pd 

الغزالي، بشرى. (2016.) أهمية الترجمة في حوار الثقافات – مركز الدراسات والبحوث حول 
قضايا النساء.

Al-Ghazali, Bushra. (2016.)Retrieved www.annisae.m/Article.aspx?c=5612

الحومي،  بسام. (2010.) الترجمة الدعوية في صدر الإسلام، دورها ومكانتها.

Al-Humi, Bassam. (2010.) Retrieved www.wata.cc/…/showthread.php ?…

آل جبعان، ظافر بن حس. (د.ت.) علم الأربعينات و الأربعين النووية.

Al-Jbaan, Dhafer bin Hasan. (n.d.) Retrieved elibrary.mediu.edu.my/…/
SDL1224.pdf

الجابري، عامر الزناتي. (2010 / 1431 هـ.)

Al-Jabri, Aamer Al-Zanati. (2010.) Retrieved www.faculty.ksu.edu.sa/ …/…

الخضير، عبد الكريم. (2014.) شرح كتاب الأربعين النووية

Al-Khadir, Abd Al-Kareem. (2014.) Retrieved www.shukudheir.com/
scientific 
…/1889833334

المصطفى، اعسو. (2014.) الترجمة و خصوصية النص الديني- مركز تفسير

Al-Mustafa, A’su. (2014.) Retrieved vb.tafsir.net/tafsir38588/

النووي، الإمام. (1992.) رياض الصالحين. بيروت: المكتب الإسلامي.

Al-Nawawi, Al-Imam. (1992.)

السرجاني، راغب. (2006.) زيد بن ثابت. موقع قصة الإسلام

Al-Sarjani, Ragheb. (2006.) Retrieved islamstory.com/ar/زيد-بن-ثابت

—————– (2012.) نشأة الترجمة في الحضارة الإسلامية

————————–. (2012.) Growth of the Translating in the Islamic Culture. Retrieved www.islamstory.com/الترجمة-ودورها-في-

—————– (2015.) زيد بن ثابت/ موقع قصة الإسلام

————————–. (2015.) Retrieved www.bul2000.blogspot.com/2015/ …/blog-po…

سيرة الإمام النووي رحمه الله تعالى. (2003.) إسلام ويب. مركز الفتوى

Biography of Al-Nawawi. (2003.) Retrieved fatwa.Islamweb.Next
/…/index php?…Id…

سيرة الإمام النووي رحمه الله تعالى. (د.ت.) سنة أونلاين

Biography of Al-Imam Al-Nawawi. (n.d.) Sunnahonline. Retrieved http://nawawiyya.Sunnahonline.org/

سيرة الإمام النووي. (2013.) بوابة الفجر. صحيفة الفجر الأسبوعية

Biography of Al-Imam Al-Nawawi. (2013.) Retrieved www.elfagr.org/369725

غنيمة، عبد الفتاح مصطفى. (2007.) ترجمة الحضارة العربية الإسلامية.

Ghaneema, Abdulfattah Mustafa. (2007.) Translation of Civilization of Islamic Arabic.Retrievedwww.Islamstory.net/…/art show. (101-108) 25 Nov. 2007.

محمد، صبري. (د.ت.) الترجمة للمحترفين. كنوز المعارف للنشر والتوزيع.

Muhammad, Sabri. (n.d.) Translation for Professionals. Kunuz Al-Maa’ref.

نعماني، أبو جمال  قطب الإسلام. (2006.) الترجمة ضرورة حضارية

Numani, Abu-Jamal Qutb Al-Islam. (2006.) Translation is Civilization Necessity. Retrieved www.banglajol.info/index.php/…2281

مشاريع الترجمة في العالم العربي. (د.ت.)

Projects of Translation in the Arab World. (n.d.)Retrieved www.biblex.org/…/Static
PageAr.aspx2 

النصوص الدينية. (2013.)

Religious Texts. (2013.)Retrieved www.adawaanews.net/Article Print.aspx ?…

الترجمة الدينية. (2013.)

Religious Translation. (2013.)Retrieved http://ar.wkipedia.org/…/ …ترجمة-ديني

النص الديني والترجمة. (2009.) الترجمة لسان العالم

Translation and Religious Text. (2009.)Retrieved lisssan.3oloum.org/t189-topic

الترجمة والنص المقدس. (2012.) ندوة دولية، فاس (المغرب)

Translation and Sacred Text. (2012.) Retrieved www.mihespress.com/24.heures/
52008.html

نقد الترجمة. (2013.)

Translation Criticism. (2013.) Retrieved https://m.facebook.com/permalink.php ?…

وايت، طاهر. (د.ت.) شروط الترجمة التتبعية للسنة النبوية

Waiet, Tahir. (n.d.) Retrieved https://1.islamhouse.com/…/ar-shrut- 

يوسف، محمد حسن. (د.ت.) صعوبات الترجمة ومشاكلها- صيد الفوائد

Yusuf, Muhammad Hasan. (n.d.) Retrieved http://saaid.net/Doat/hasn/53.htm

—————-. (د.ت.) دور المترجم – صيد الفوائد

——————————-. (n.d.) Retrieved http://saaid.net/Doat/hasn/43.htm

يوسفي، رضوان. (د.ت.) الترجمة وبعدها الروحي،

Yusufi, Radwan. (n.d.) Retrieved www.hiramagazine.com/…/2726- …الترجمة

زيد بن ثابت. (2015.) ترجمان الرسول – جريدة الاتحاد

Zaid bin Thabit. (2015.) Retrieved www.alittihad.ae/…/details.php?id…2015

———–. (2016.)

——————–. (2016.) Retrieved https://a.m.wikipedia.org/…/    – زيد-بن

English References

Aamer, Ashref Muawwed Mustafa. (n.d.) Your Guide to Correct Translation. Cairo: Ibn-Sina Library.

Al-Harahsheh, Ahmad Muhammad Ahmad. (2013.) Translation of Islamic Texts and Ideology. Irbid (Jordan): Yarmouk University.         Retrieved www.faculty.yu.edu.jo/harahsheh /…/…

Al-Khudrawi, Deeb. (1995.) A Dictionary of Islamic Terms: Arabic- English. Damascus: Al-Yamamah.

Badi, Jamal Ahmed. (2002.) Shurh Arb’een An-Nawawi. Retrieved ahadith.co.uk/…/commentary-of-Forty-…

Darul Iftaa. (n.d.) Retrieved www.daruliftaa.net.index.php/…/hadeeth

Elewa, Abdelhamid. (2014.). Features of Translating Religious Texts. Retrieved www.sil.org/…/16/…/siljot2014-1-04.pdf

Nida, Eugene. (1994.) The Sociolinguistics of Translating Canonical Religious Texts. Retrieved www.bible-researcher.com/nida4.html

Pickthall, Muhammad Murmaduke. (2012.) The Meaning of the Glorious Qurani: An Explanatory translation. United Kingdom, Birmingham. Islamic Dawah Centre International.

Riyadh Al-Saliheen. (n.d.) Retrieved http://r-warsh.com/vb/archive/index.php/
t-412845.html

Translation Criticism. (2016.) Retrieved https://en.m.wikipedia.org/…/Translation 

Translation of Al-Nawawi’s 40 Hadiths. (n.d.) 4muhammed.com. Retrieved www.4uhammed.com/…/200-Translati 

Vilionkade, Sidheeque M.A. (2001.) Al-Nawawi’s Forty Hadith. Saudi Arabia. Dar Al-Hadayan.

Zarabozo, Jamal al-Din M. (n.d.) Commentary on the Forty Hadith of Al-Nawawi Vol. 1. Retrieved http://archive.org/ 

By : Dr. Hussein S. Mohsen.

Menarik bukan? Nantikan terus tulisan-tulisan kami seputar penerjemahan dan kebahasaan.

Salam Excellent!

Penerjemahan dan Penyensoran

Penerjemahan dan Penyensoran

Abstrak
Proses penerjemahan selalu dipengaruhi oleh budaya, agama, politik dan ideologi keyakinan. Jadi, dalam hal penyensoran (censorship), banyak kekuatan internal dan eksternal yang dapat memengaruhi proses penerjemahan terutama ketika penerjemah memiliki ideologi yang bertentangan dengan rezim bahasa sumber (Source Language/SL) atau agama.

Jadi, meskipun “agama” dan “penerjemahan” adalah dua konsep yang agak berbeda, keduanya saling terkait erat. Dalam kasus negara barat dan agamanya, penerjemah dipengaruhi oleh kekuatan eksternal (yaitu, pemerintah yang melakukan sensor atau lembaganya) atau kekuatan internal (keyakinan pribadi). Artikel ini didasarkan pada tinjauan literatur teoretis secara ringkas, analisis merupakan kegiatan penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Arab.

Pengantar
Loreta Ulvydienė berkata: “jika ideologi penyensoran berbenturan dengan penerjemahan akhir, tekanan semacam itu mengarah pada penulisan ulang teks atau penghapusan secara sengaja pada bagian wacana yang tidak diinginkan. 

Apabila kekuatan internal maupun eksternal terkait ideologi penyensoran memengaruhi penerjemah sebelum proses terjemahan aktual dilakukan, maka hal tersebut akan mengakhiri koherensi antara teks sumber dan target” (Ulvydienė, 2016). Dalam hal apa pun, penyensoran dipandang sebagai ekspresi untuk mengonsolidasikan kekuatan seseorang dan memberikan dominasi terhadap budaya bahasa sumber dan ideologi (Fawcett, 2003), disebabkan budaya sumber teramat berbeda dari yang ditargetkan.

Dengan demikian, banyak budaya SL kurang muncul atau justru meluap dengan nuansa ideologi sumber ke dalam budaya bahasa target (Target Language/TL).

Dalam hal ini para penerjemah memiliki penyensoran yang disesuaikan dengan karya-karya mereka sementara para penerjemah lainnya, yang tidak setuju bahwa teks SL dan TL harus kehilangan koherensi, memilih untuk melakukan penyensoran sendiri, bagaimanapun, dengan cara sehalus mungkin (dalam hal ini penerjemah menjadi penyensor).

Dalam kasus negara barat dan agamanya, penerjemah dipengaruhi oleh kekuatan eksternal (misalnya, pemerintah Aljazair yang melakukan penyensoran atau institusinya) atau kekuatan internal (keyakinan pribadi). 

Oleh karena itu, penerjemahan dipandang sebagai satu-satunya alat untuk manipulasi. Selanjutnya, dalam kasus penyensoran oleh Aljazair, terjemahan memiliki dua tujuan, untuk melindungi pembaca TL dari pengaruh yang tidak diinginkan, dan ideologi yang berasal dari budaya SL, dan untuk mendukung dan mempromosikan ideologi kawasan negara Arab, juga bahasa dan keyakinan. 

Selain itu, Eugene Nida dan Tomas Venclova mengatakan bahwa terdapat 
berbagai aspek untuk menerobos koherensi antara teks sumber dan target, misalnya, 

“Kompetensi penerjemah yang tidak memadai atau kematangan budaya yang tidak memadai” (1979), sebagai akibatnya tidak mungkin untuk menghindari kesenjangan sepanjang proses penerjemahan. Namun, dia mengklaim bahwa kekuatan terkuat bagi merosotnya koherensi antara teks sumber dan teks target adalah karakteristik deformasi ideologis secara sadar dan terencana kepada negara-negara totaliter” (ibid., 25).

1. Definisi Penyensoran dan Penyensoran Mandiri: 
Penyensoran didefinisikan oleh Cambridge International Dictionary of English sebagai “praktik pemeriksaan buku, film, dll. dan menghapus apa pun yang dianggap ofensif, secara moral berbahaya, atau berbahaya secara politik. Ini merupakan penekanan atas hal yang tidak menyenangkan, berbahaya, sensitif, atau memuat materi yang merepotkan bagi pihak berwenang, yang ditegakkan oleh institusi terkait, diwakili dengan penyensoran oleh siapa yang diberi tanggung jawab menyensor” (definisi Wikipedia). 

Sebagai tambahan, penyensoran berarti kebalikan dari kebebasan akses ke situs-situs perjudian, film seks, kejahatan, dan Nazi, dll., dan ini berarti pengontrolan wacana, juga aktivitas orang yang “memeriksa buku, drama, pelaporan berita, film, program radio, dll. untuk tujuan menekan bagian-bagian yang dianggap tidak pantas berdasarkan moral, politik, militer, atau alasan-alasan lainnya” (Webster, 1994).

Menurut Burridge, penyensoran adalah “penekanan atau larangan atas pidato atau tulisan yang dikutuk sebagai subversif atas kebaikan bersama” (Allan dan Burridge, 2006). Di masa lalu, penyensoran digunakan untuk keuntungan bagi otoritas simbolik yang mengatur publik sebagaimana gereja, negara (McCarthy, 1995). 

Arti yang lebih luas dari istilah ini menurut Wolf adalah; sebuah penjagaan dan pengawalan tradisi, membatasi tidak hanya yang lain, tetapi juga berperan sebagai imunisasi terhadap segala jenis perubahan. Hal ini akan menstabilkan tradisi, mengatur dan memperkuat sesuatu yang pada dasarnya memiliki karakter yang sangat bervariasi (Michaela, 2002). 

Definisi-definisi ini menegaskan bahwa penyensoran adalah rezim represif yang terus mengabaikan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dll. di sisi sebaliknya, hari ini; kita dapat menemukan berbagai arti istilah penyensoran yang pelaksanaannya tidak bergantung pada pemaksaan penuh oleh sebuah ‘institusi’ eksternal tetapi lebih kepada keadaan ideologis, estetika atau budaya. Karenanya, begitu rumit sehingga maknanya tidak dapat dibatasi pada praktik-praktik penindasan oleh pemerintah yang otokratis.

Sementara penyensoran memiliki dua klasifikasi utama: penyensoran preventif yang menggeser tekanan agar terjadi adaptasi, dari kehidupan publik ke batin individu, sehingga membantu individu untuk menginternalisasikan penyensoran –jenis ini juga termasuk dalam penyensoran diri-; dan penyensoran eksplisit, yang mengandaikan tingkat kesadaran dan intensionalitas tertentu yang tidak dapat dikurangi (Assmann, 1987). 

Penyensoran mandiri “adalah sebagai perjuangan etis individu antara diri dan penerjemah konteks, yang cenderung menyensor diri mereka sendiri –baik secara sukarela atau tidak sengaja- untuk menghasilkan penulisan ulang yang ‘dapat diterima’ baik dari sudut pandang sosial maupun pribadi” (Santaemilia, 2008). 

Sebagaimana yang dijelaskan dalam edisi online kamus Cambridge, “penyensoran mandiri adalah kendali atas apa yang Anda katakan atau lakukan untuk menghindari gangguan atau menyinggung orang lain, tetapi tanpa diinformasikan secara resmi bahwa kontrol seperti itu perlu”.

Dalam proses penerjemahan, penyensoran mandiri dapat mencakup semua bentuk penghapusan, distorsi, penurunan peringkat, pengaturan yang keliru, ketidaksetiaan, dan sebagainya. Selain itu keputusan sensor diri akan dihasilkan dari pemahaman tersirat dan identifikasi lengkap dengan pandangan penyensoran resmi tentang apa yang dapat dianggap tidak menyenangkan, berbahaya, sensitif, atau tidak nyaman bagi masyarakat tertentu di mana penyensoran itu seharusnya dapat memberikan perlindungan. 

2. Alasan penyensoran: 
Di dunia Arab, penyensoran telah dikenakan pada semua media komunikasi: buku, koran, radio, TV, bioskop, dll., karena tiga alasan:

Pertama, politik: Pemerintah tertentu untuk dapat memerintah warga negara mereka dengan mudah, mereka tidak membiarkan mereka mengetahui tentang budaya lain (juga cara mereka berpikir). 

Kedua, agama: Di dunia Arab beberapa adegan dari pertunjukan film Amerika, di mana terdapat adegan orang yang minum wiski harus dilarang, karena alkohol dilarang dalam agama mereka. 

Namun, dalam beberapa kartun, adegan serupa diterjemahkan sebagai jus.

Ketiga, penyensoran mandiri: Terkadang penerjemah yang memutuskan untuk memodifikasi elemen tertentu karena dia merasa bahwa beberapa hal tidak sesuai untuk publik di tempat mereka tinggal. Penerjemah cenderung berpikir bahwa mereka harus dilindungi, dan mereka percaya bahwa mereka dapat menentukan apa yang benar atau apa yang salah dalam pesan tersebut, terlepas dari apa semangat dan sikap aslinya.

3. Studi Kasus: 

Kasus I: Penyensoran Mandiri dalam Menerjemahkan Karya Sastra Remaja Sebagai Studi Kasus: Harry Potter
Kasus-kasus ini akan menggambarkan manipulasi dalam teks terjemahan untuk alasan agama dan budaya. Penerjemah memutuskan untuk memodifikasi elemen tertentu dalam seri Harry Potter yang populer karena dia merasa hal tersebut tidak pantas; misalnya, babi dan daging babi di dunia Arab dan Islam dilarang dan penggunaan kata “babi” sebagai metafora untuk kenajisan.

Dalam hal ini, penerjemah cenderung mengubah kata-kata ini menurut budaya Arab Islam: Kata babi diterjemahkan sebagai / harūf / (domba dalam bahasa Indonesia), bahkan jika apa yang dilihat dalam kartun adalah adalah anak babi. 

Jelas, ini karena alasan agama dalam tradisi Islam, “babi” dipandang sebagai hewan yang kotor, haram, dan terlarang.

Di sisi lain, ada juga kata sumpah, yang mana suatu budaya menganggap babi atau babi hutan bukan hanya dapat diterima, tetapi bahkan suci. 

Serial Harry Potter penuh dengan hal-hal berbau kekuatan sihir/magic. Sebagai hasilnya terjemahannya menunjukkan tingkat penerimaan yang berbeda dalam hal kebebasan penerjemahan di seluruh dunia Arab, misalnya, terjemahan “karpet sihir” sebagai / bisātun tāirun / (karpet terbang dalam bahasa Indonesia) (Athamneh, 1999). 

Nama Whomping Willow”, yang menunjukkan kemampuan pohon untuk menyerang orang dengan keras menggunakan cabangnya yang kuat, terjemahan bahasa Arab-nya adalah / aš-šajaratu al-‘imlāqatu / (pohon raksasa). 

Dalam contoh ini, manipulasi jelas digunakan dalam penerjemahan Harry Potter.  Manipulasi ini dilakukan oleh penerjemah untuk melindungi pemirsanya dari budaya asing  juga memuat keyakinan, dan karena dia merasa bahwa mereka tidak pantas bagi publik mereka. 

Kasus II: Penyensoran Mandiri dalam Hal-Hal yang Tidak Pantas 
Dalam kasus penerjemahan media, penyensoran terkadang dilakukan pada saat dubbing dan pemberian subtitle dengan cara menutupi atau melakukan penghapusan dan penggantian kalimat erotis, vulgar, atau kiasan dan referensi yang dirasa membuat tidak nyaman.

Penerjemah menjadi penyensor mandiri dengan bersikap mawas terhadap konotasi seksual, permainan kata-kata, elemen-elemen tabu, dll., dan dia harus memodifikasinya untuk “melindungi pemirsa.”

Sebenarnya, ada berbagai macam kegiatan penyensoran, dari menghapus adegan hingga mengubah bahasa menjadi yang non-vulgar, untuk menghilangkan referensi atau secara langsung mengubah keseluruhan plot. 

Misalnya, dalam satu episode Friends, Rachel dan Monica berusaha untuk mendapatkan kembali apartemen mereka, akibat kalah bermain game dari Joey dan Chandler.

Pada saat akhirnya mereka putus asa, Monica mengatakan kepada para anak laki-laki bahwa dia dan Rachel akan mencium mereka selama satu menit untuk mendapatkan kembali apartemen itu. Anak-anak laki-laki setuju.

Kisah sedemikian dalam banyak budaya dan keyakinan khususnya di dunia Timur akan dilakukan penyensoran.


KESIMPULAN 
Masih banyak aspek penyensoran dan penyensoran mandiri yang harus dianalisis lebih lanjut, dan banyak lagi alasan mengapa penerjemah, penulis, dan penerbit rela membungkam diri mereka sendiri. 

Lebih dari itu, penghilangan dan modifikasi adalah tugas penerjemah dalam kasus ini. 

Meskipun demikian, dalam contoh lain, penghilangan adalah bagian kesalahan, yang bisa disebabkan oleh: a) kurang memadai-nya pengetahuan penerjemah; b) fakta bahwa penerjemah terkadang meremehkan pemirsa/pembaca.

Demikianlah, penerjemah harus menyadari fakta bahwa penyensoran yang mereka buat sendiri sebenarnya merampok pembaca/pemirsa dalam hal kesempatan mereka untuk memahami dan bahkan belajar tentang budaya lain, gaya hidup, dan juga realitas lain.

Sebagaimana yang dikatakan Baker bahwa dalam era globalisasi ini, para penerjemah seharusnya mampu melihat lebih jauh agar dapat memberikan penerangan bagi realitas hibrida, di mana intervensi penerjemah dapat berfungsi secara efisien.

SourceGuessabi Fatiha – Translation and Censorship (2019)

Ingin Menerjemahkan Website Otomatis?

Ingin Menerjemahkan Website Otomatis?

Menerjemahkan website otomatis tentu menjadi hal yang sangat membantu, bukan?

Anda tentu ingin membaca website berbahasa asing yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Anda, khususnya apabila Anda belum menguasai bahasa asing tersebut.

Google Translate (Google Terjemahan) dapat membantu Anda lebih jauh. Bukan sekadar satu laman dari sebuah website atau metode copy paste konten lalu diterjemahkan dalam kotak terjemahan otomatis biasa, lebih dari itu.

Anda dapat melakukan browsing pada seluruh bagian website tersebut dalam bahasa yang Anda pilih secara otomatis, dengan tetap mempertahankan tampilan website, dan bahkan mengganti bahasa ketika melakukan browsing.

Namun demikian, terdapat peringatan untuk Anda perhatikan.

 

PERINGATAN:

Sebagaimana perangkat penerjemahan online lainnya, Google Translate tidaklah sempurna, sebagaimana pernah kami ulas sebelumnya di artikel berjudul “Machine Translation? Waspadai kesalahan! (1)” dan “Jasa Penerjemah Murah : Elektronik atau Manual, 100% Manusia?” Google Translate memang memiliki reputasi yang baik untuk akurasi kata per kata, dan terus melakukan pengayaan perbendaharaan frasa, namun memang masih didapati beberapa kekeliruan. Jadi, Anda perlu menggunakannya dengan penuh perhatian. Google Translate mungkin akan mencukupi untuk browsing biasa atau sederhana –sebagai contoh, apabila Anda hanya ingin melihat seperti apa tampilan sebuah website dalam bahasa Arab atau China-, namun Anda perlu sangat berhati-hati apabila bergantung pada penerjemahan online ini untuk hal-hal yang official. Gunakan bantuan professional translator sebagai solusinya, salam Excellent! 🙂

Nah, apabila Anda sudah memahami peringatan tersebut, Anda dapat beralih ke langkah-langkah selanjutnya.

Untuk menerjemahkan keseluruhan website dengan Google Translate, ikuti langkah-langkah berikut dan lihat pada Gambar 1 sebagai acuan:

1. Buka web browser lalu menuju ke laman translate.google.com. Anda tidak harus memiliki akun Google untuk mengaksesnya, karena telah disediakan gratis untuk siapapun.

2. Pada text box di sisi kiri, ketikkan secara lengkap URL (termasuk http:// atau https://) dari website yang Anda ingin lihat atau kunjungi.

3. Di sisi kanan, pilih bahasa yang Anda inginkan untuk berada di website yang hendak Anda lihat.

4. Klik URL yang berada di sisi kanan untuk membuka jendela baru berisikan website yang sudah diterjemahkan!

 

Situs web yang diterjemahkan telah muncul! (Lihat Gambar 2). Anda dapat menjelajahi seluruh situs web dalam bahasa itu dengan mengeklik berbagai tautan dalam situs –selama Anda tetap berada dalam tampilan penggunaan Google Translate.

Toolbar Terjemahan di bagian atas memungkinkan Anda melakukan beberapa hal lain:

1. Dari menu “To”/”Ke” yang akan muncul menurun ke bawah, Anda dapat mengubah bahasa terjemahan dengan cepat.

2. Di samping “View”/”Tampilan”, Anda dapat beralih antara website yang diterjemahkan dan situs dalam bahasa aslinya.

Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa beberapa kata dan frasa tidak diterjemahkan. Google Translate hanya menerjemahkan teks yang sesungguhnya pada laman website, dan telah teridentifikasi sebagai kata dalam bahasa tujuan.

Teks apa pun yang muncul sebagai gambar dan tidak teridentifikasi tidak akan diterjemahkan. Itulah sebabnya, pada Gambar 2, hal-hal seperti logo Excellent dan teks singkatan “DEPLU” tidak diterjemahkan, karena itu adalah gambar atau tidak teridentifikasi sebagai kata dalam bahasa tujuan, dalam hal ini dari bahasa Indonesia ke bahasa Mandarin.

 

 

Selamat mencoba, dan Salam Excellent!

Filosofi Bahasa dan Penarikan Informasi

Filosofi Bahasa dan Penarikan Informasi

Bahasa dan Informasi merupakan suatu hal yang saling terkait. Anda tentu ingin menjadi seorang yang lebih bijak dalam berbahasa, atau mungkin Anda orang yang selalu terlibat dalam menerjemahkan informasi-informasi penting semisal komunikasi dengan mitra bisnis yang penting sementara Anda adalah perwakilan perusahaan, maka pemahaman seputar filosofi bahasa dan penarikan informasi menjadi penting pula.

Penarikan informasi dari dokumen atau materi-materi tekstual pada dasarnya adalah proses linguistik. Pada akhirnya kita perlu mendeskrisikan apa yang kita inginkan dan menyesuaikan deskripsi tersebut dengan deskripsi dari informasi yang tersedia bagi kita.

Lebih jauh lagi, ketika kita mendeskripsikan sesuatu yang kita mau, kita harus memaknai sesuatu dengan deskripsi tersebut. Ini merupakan suatu tipuan dari kegiatan yang nampak sederhana, namun nyatanya peristiwa linguistik sedemikian telah menjadi ladang bagi para analis filosofis semenjak masa Aristoteles.

Meski terdapat kompleksitas yang terlibat dalam proses mengacu pada pengarang, tipe-tipe dokumen, atau kategori lain dalam konteks penarikan informasi, di sini kita akan berfokus pada salah satu aktivitas yang paling problematik dalam penarikan informasi: pendeskripsian konten intelektual dari pokok informasi.

Meskipun konteks penarikan informasi dalam hal ini adalah dari teks tertulis, pembahasan ini dapat diaplikasikan pada informasi apapun yang konten intelektualnya dapat dideskripsikan untuk penarikan dari buku, dokumen, gambar, klip audio, klip video, karya-karya ilmiah, skema permesinan, dan lain sebagainya.

Agar spesifik, bagaimanapun, kita akan merujuk pada deskripsi dan penarikan informasi dari dokumen.

Deskripsi konten intelektual bisa mengalami kesalahan dalam berbagai bentuk yang nampak. Kita mungkin mendeskripsikan yang kita inginkan dengan tidak tepat; kita mungkin mendeskripsikannya tepat tetapi dalam istilah yang umum yang deskripsinya tidak bermakna untuk penarikan informasi; atau kita mungkin mendeskripsikan yang kita inginkan dengan benar, namun salah dalam menginterpretasikan deskripsi dari informasi yang tersedia, sehingga tidak sesuai dengan yang kita inginkan.

Dari sudut pandang linguistik, kita bisa salah paham pada proses penarikan informasi dalam banyak hal. Karena filosofi bahasa berhadapan secara spesifik dengan bagaimana kita memahami dan tidak memahami, yang seharusnya dapat berguna untuk memahami proses deskripsi dalam penarikan informasi.

Pertama, bagaimanapun, kita akan mencermati lebih dekat macam-macam dari kesalahpahaman yang dapat terjadi dalam penarikan informasi. Kita menggunakan bahasa dalam mencari informasi dengan dua metode utama.

Kita menggunakannya untuk [1] mendeskripsikan apa yang kita inginkan dan untuk [2] mendiskriminasi apa yang kita inginkan dari informasi lain yang tersedia bagi kita, di mana informasi tersebut tidak kita inginkan.

Deskripsi dan diskriminasi sama-sama mengartikulasikan tujuan dari proses pencarian informasi. Mereka juga melukiskan dua jalur pokok yang dalam bahasa tertentu dapat menggagalkan kita dalam proses ini. Van Rijsbergen (1979) adalah yang pertama dalam membuat pemilahan ini, menyebutnya sebagai “representation” dan “discrimination”.

– Kegagalan Deskripsi

Halo Mitra Excellent!

Berikut seri kedua dari pembahasan kita tentang Filosofi Bahasa dan Penarikan Informasi. Kali ini kita akan mengulas persoalan penarikan informasi yang pertama, seputar kegagalan deskripsi.

Kegagalan suatu deskripsi dapat terjadi dalam berbagai cara. Kegagalan yang paling jelas adalah ketika bagian dari informasi dideskripsikan secara keliru; contohnya, sebuah buku pelajaran (textbook) tentang “economics” telah dideskripsikan menjadi “anthropology”, atau sebuah buku yang oleh Mark Twain dinyatakan telah ditulis oleh Henry James. Terdapat pula kegagalan yang lebih halus dari deskripsi, yaitu ketika suatu deskripsi umumnya benar akan tetapi di luar komprehensi/pemahaman dari penyelidik yang mungkin telah melihatnya.

Sebuah contoh tentang hal ini adalah satu buku yang mengulas tentang “plate tectonics” di saat penyelidik pada umumnya tertarik dengan teori “continental drift”. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa “plate tectonics” adalah deskripsi yang lebih formal dari penunjukan subjek yang sama. Pada situasi lainnya, pandangan yang bertentangan muncul tentang sebuah literatur tertentu, bagaimana seharusnya digambarkan; sebagai contoh, beberapa peneliti mungkin mempertimbangkan “cold fusion” sebagai riset ilmiah dalam ranah yang valid yang memerlukan kategorinya sendiri, sedangkan orang lain melihat kinerja pada “cold fusion” sebagai suatu yang lebih layak jika digolongkan di bawah rubrik “crank theories” atau “pseudo-science”.

Ketika kita melihat hanya pada kebenaran yang beralasan atau deskripsi yang berguna sehingga dapat mendeskripsikan sebuah pokok dari informasi, seperangkat deskripsi yang beralasan ini mungkin jumlahnya begitu besar. Hal ini telah ditunjukkan secara empiris (Swanson, 1996), dan diargumentasikan secara teoretis (Blair, 1990), bahwa sejumlah deskripsi yang berbeda yang dapat mendeskripsikan konten intelekutal bahkan dari dokumen yang relatif pendek mungkin saja tidak memiliki batasan-batasan sekalipun tinggi.

Kesimpulan ini menimbulkan gagasan dan pertanyaan tentang “exhaustive indexing” – sebuah tugas untuk meng-index seluruh deskripsi yang dapat mendeskripsikan konten intelektual dari suatu pokok informasi.

Beberapa berargumentasi bahwa sistem penarikan informasi seharusnya menggunakan semua index yang memungkinkan untuk mendeskrisikan konten intelektual dari sebuah dokumen – sebuah strategi yang disebut “unlimited aliasing” (Furnas, Landauer, Gome, & Dumais, 1987).

Strategi sedemikian mengabaikan dua hal:

Pertama, mungkin tidak ada batas atas (upper bound) pada jumlah kata dan frasa yang dapat mendeskripsikan konten intelektual bahkan dari suatu pokok informasi kecil.

Kedua, beberapa dari banyak index istilah yang memungkinkan akan selalu lebih berguna untuk penarikan informasi dari yang lainnya, jadi tugas bagi setiap index istilah yang beralasan pada sebuah dokumen mungkin bukan strategi index yang terbaik-beberapa index istilah benar-benar lebih baik daripada yang lainnya, sebagaimana Brooks (1993) telah tunjukkan.

Jumlah yang tinggi dari deskripsi yang beralasan sama-sama ada baik dan buruknya. Baik dalam pengertian bahwa dapat sampai pada satu atau lebih index istilah yang beralasan. Namun buruk dalam pengertian bahwa dikarenakan begitu banyak deskripsi yang beralasan dalam satu dokumen, seorang peneliti mungkin mendapati masa yang sulit untuk mengantisipasi seorang yang seharusnya ditugasi tentang dokumen tertentu, dan lebih jauh, dokumen yang memiliki konten intelektual yang sama mungkin dideskripsikan dalam beberapa cara yang berbeda (sebagai contoh, satu dideskripsikan sebagai “continental drift” sedangkan lainnya pada topik yang sama dideskripsikan sebagai “tectonic plates”.

Sekalipun proses deskripsi utamanya berfokus pada dokumen yang lingkupnya individu atau kategori informasi, proses diskriminasi memerlukan pandangan persoalan representasi secara lebih luas.

Hal ini tidak hanya berkaitan dengan dokumen dengan lingkup individu atau kategori-kategori informasi, tetapi juga hubungan antara dokumen yang dikehendaki dengan dokumen-dokumen lainnya yang tersedia bagi penyelidik.

Tujuan dari diskriminasi adalah untuk memilah -dalam arti pendeskripsian- antara dokumen yang nampak berguna bagi penyelidik dari dokumen-dokumen yang ada dengan konten intelektual yang serupa yang nampaknya tidak berguna.

Kemampuan melakukan diskriminasi antara informasi yang berguna dan tidak berguna menyusun deskripsi yang berkelanjutan yang dapat dikarakterisasi, berkisar mulai dari yang spesifik (sangat diskriminasi) ke istilah umum (kurang diskriminasi).

Kegagalan diskriminasi yang paling jelas adalah deskripsi dari konten intelektual atas dokumen yang dikehendaki yang mana terlalu umum untuk dipisahkan dari konten intelektual dari dokumen yang tidak diperlukan.

Sebagai contoh, jika deskripsi subjek “computers” (komputer) ditambahkan pada semua buku dan jurnal pada sebuah komputer perpustakaan ilmu pengetahuan, tentu tidak ada kekuatan diskriminasi sama sekali di dalam perpustakaan tersebut.

Kegagalan diskriminasi sedemikian terlau jelas untuk menjadi suatu hal yang biasa, namun sebuah bentuk tersembunyi dan membahayakan dari kegagalan diskriminasi dapat terjadi bahkan dengan penerapan index deskripsi yang penuh kehati-hatian.

Kegagalan tersembunyi dan berbahaya seperti ini terjadi ketika sebuah pendeskripsian mengidentifikasi sejumlah dokumen yang relatif sedikit dalam sebuah sistem penarikan informasi, dan telah dilakukan diskriminasi dengan sangat baik, namun sepanjang sistem tersebut berjalan, dokumen demi dokumen digambarkan dengan cara yang sama terus ditambahkan.

Bahkan, jumlah dokumen yang digambarkan denan cara ini mencapai sebuah titik yang mana deskripsi, dengan sendirinya, tidak cukup baik dalam melakukan diskriminasi sebagai hal yang berguna bagi penyelidik; yang mana, ketika deskripsi digunakan dengan sendirinya sebagai istilah pencarian, ia menarik lebih banyak informasi dari pada yang diinginkan oleh peneliti untuk dicari dan untuk menemukan apa yang mereka kehendaki (Blair, 1980).

Tentu, kondisi ketika sebuah deskripsi gagal untuk mendiskriminasi dengan benar bukanlah suatu jumlah yang pasti, dan dapat bergantung pada banyak faktor, termasuk ketekunan dari penyelidik yang menggunakan deskripsi tersebut dan ketersediaan dari deskripsi lainnya yang dapat mengurangi ukuran dari kategori diskriminasi informasi yang lebih sedikit.

Beberapa peneliti secara signifikan lebih teliti atau lebih termotivasi dari yang lainnya dan lebih ingin untuk melihat-lihat seperangkat besar dari dokumen yang ditarik. Ketekunan sedemikan seringkali bergantung pada pentingnya menemukan dokumen yang diinginkan dan waktu yang tersedia untuk pencarian.

Di sisi lain, menggunakan deskripsi lain mungkin mengurangi jumlah satuan pada kategori tertentu.

Periode waktu seringkali digunakan untuk melakukan kualifikasi sebuah deskripsi yang lebih tidak mendiskriminasi, sebagaimana ketika satu hanya memerlukan deskripsi satuan yang paling mutakhir sebagai kategori luas dari “computer science” (ilmu komputer).

Mengingat dan Presisi

Setiap diskusi tentang kegagalan penarikan informasi perlu memperhatikan dua pengukuran pelengkap dari pelaksanaan penarikan informasi: mengingat (recall), yang merupakan persentae dari dokumen yang relevan berhasil ditarik, dan ketepatan (precision), yaitu persentase keberhasilan penarikan informasi dari dari dokumen yang relevan (Blair & Maron, 1985).

Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa kegagalan deskripsi berujung pada pengingatan/recall yang rendah, sedangkan kegagalan diskriminasi cenderung menurunkan ketepatan/precisionRecall dan precision telah diketahui saling tarik-menarik secara kasar dan tidak dalam cara yang jelas –tingkat yang lebih tinggi dari mengingat dicapai dengan mengorbankan tingkat ketepatan, demikian pula sebaliknya.

Pengaruh ini memberi kesan bahwasanya deskripsi dan diskriminasi mungkin saling tarik-menarik dengan cara yang sama. Menggambarkan apa yang kita kehendaki dalam istilah yang paling mampu mencakup (umum/general) mungkin akan berujung pada konstruksi pertanyaan pencarian yang akan menjadi mampu mencakup, namun tidak cukup mendiskriminasi (sebagai contoh, pengingatan akan tinggi dan ketepatan rendah).

Di sisi lain, membuat pertanyaan pencarian sedapat mungkin dengan cukup diskriminasi (yaitu dengan tepat) akan memungkinkan mengarah pada pertanyaan yang tidak menggambarkan apa yang kita inginkan dengan cukup mencakup (sebagai contoh, ketepatan akan tinggin dan pengingatan akan rendah). Sebagai contoh dengan mengingat dan ketepatan, tarik-menarik antara deskripsi dan diskriminasi berjalan dengan kasar dan tidak secara jelas.

Pembahasan di atas akan menjadi lebih jelas tatkala proses dari deskripsi dan diskriminasi telah berhasil dijelaskan; hal itu sebagaimana dalam tulisan kami berikutnya.

Proses Deskripsi dan Diskriminasi

Pertumbuhan koleksi dokumen elektronik, terutama dengan keberadaan World Wide Web (WWW, atau Web) yang ada di mana-mana, serta ketersediaan mesin pencari internet yang luas telah menempatkan perangkat penarikan informasi di tangan siapapun yang memiliki akses ke Web.

Individu yang dulunya harus berkonsultasi dengan pencari professional semisal pustakawan, saat ini bisa melakukan pencarian mereka sendiri. Akses yang luas pada informasi publik yang sedemikian dapat mendorong terwujudnya masyarakat yang bebas dan terbuka, namun penggunaan mesin pencari internet yang meluas mungkin saja akan mengubah cara kita menanyakan informasi.

Ketika para penyelidik menanyai seorang pencari professional untuk minta bantuan menemukan suatu informasi, mereka dapat menggambarkan apa yang mereka kehendaki menggunakan semua seluk-beluk dan nuansa ekspresi bahasa yang alami. Pencari professional, pada gilirannya, bisa mengklarifikasi permintaan penyeidik dengan menanyakan pertanyaan yang sesuai.

Saat ini penyelidik umumnya melakukan pencarian mereka sendiri menggunakan mesin pencari, dengan hilangnya banyak interaksi perihal seluk-beluk antara penyelidik dengan pencari professional. Permintaan informasi yang khas yang diserahkan pada mesin pencari internet hari ini terdiri hanya oleh beberapa kata –seringkali hanya satu. Sebagai sebuah konsekuensi, adalah penting bagi kita mencermati secara tepat apa yang dimaksud sebagai kata-kata indiidu ketika mereka digunakan untuk meminta (yaitu, untuk menggambarkan) informasi dengan konten intelektual yang tertentu.

Perubahan lainnya yang terjadi dalam proses penarikan informasi adalah pertumbuhan ukuran yang dramatis dari koleksi dokumen yang tersedia. Semua tentu telah mengetahui bagaimana Web bertumbuh, namun bahkan koleksi dokumen privat semisal jaringan intranet dari institusi dan perusahaan serta database dokumen terus bertumbuh dalam tingkat yang spektakuler.

Alasan terjadinya hal tersebut dominan karena ekonomi. Kita telah sampai pada titik koleksi dokumen elektronik yang mana telah dihargai dengan pencermatan dan pembuangan material, semisal laman Web yang telah hidup lebih lama dari pada fungsina, telah menjadi lebih tinggi daripada harga penyimpanannya.

Sebagai hasilnya, kita memiliki banyak koleksi elektronik yang tidak pernah atau jarang disiangi oleh dokumen using. Koleksi yang menghasilkan dari informasi elektronik, seperti internet, tumbuh tanpa batas atas yang jelas. Namun semenjak koleksi dokumen tumbuh semakin besar, sebuah perubahan yang halus dalam proses penarikan informasi sedang terjadi.

Dibanding tujuan formulasi pertanyaan pencarian menjadi yang utama deskripsi dari apa yang dikehendaki, formulasi pertanyaan dari tujuan yang mampu mengesampigkan telah menjadi diskriminasi dari sejumlah kecil dokumen yang dikehendaki dari dokumen yang tak dikehendaki yang mana tengah meningkat dengan sangat pesat.

Apa Makna Deskripsi?

– Kata dan Makna

Disebabkan pertumbuhan yang dramatis dan hampir tidak terhindarkan dari sistem penarikan informasi, serta begitu banyak celah dalam deskripsi informasi yang bisa saja keliru, apabila kita ingin meningkatkan proses pelengkap dalam menggambarkan apa yang kita inginkan dan menggambarkan apa yang tersedia untuk kita, merupakan hal yang penting untuk menelaah sejeli mungkin aktivitas penggambaran konten intelektual dari informasi.

Di awal pembahasan ini, dinyatakan dengan jelas bahwa: “ketika kita menggambarkan apa yang kita kehendaki, kita harus memaknai sesuatu dengan deskripsi tersebut.”

Namun tepatnya apa yang sebetulnya kita maksudkan ketika kita menggambarkan apa yang kita inginkan?

Satu setengah dekade yang lalu, van Rijsbergen (1986a) menulis bahwa satu di antara komponen yang paling tidak ada dari teori penarikan informasi telah nampak secara eksplisit, yaitu gagasan formal tentang makna.

Itulah mengapa pembahasan filosofi bahasa dalam topik ini diperuntukkan memberi pedoman bagi kita.

(Habitat komplementer dari indexing dan proses pencarian adalah topik mayoritas dari Blair [1990]. Upaya yang lebih awal untuk mengurangi keadaan yang tak pasti dari dua proses tersebut disajikan dalam Blair [1986]).

Wittgenstein: Kata dan makna

Para filososf telah mempertimbangkan “makna dari makna” semenjak periode Aristoteles, namun mungkin tidak ada filosof yang memiliki impact/pengaruh yang lebih besar dalam filosofi bahasa dibanding Ludwig Wittgenstein (1889-1951).

Apa yang dilakukan oleh Wittgenstein merupakan sesuatu yang menjadi penolong dalam membawa era linguistik/linguistic turn dalam filosofi analitis selama kurun abad ke-20. Linguistic turn dihasilkan dari realisasi filosof yang mempunyai perhatian besar untuk mengkaji “ideas” yang utamanya mengkaji deskripsi ide-ide/descriptions of ideas– bukan apa yang kita pikirkan, tetapi apa yang kita katakan saat kita berpikir.

Akses langsung satu-satunya yang kita miliki adalah atas ide-ide kita sendiri, dengan melakukan introspeksi. Namun kita tidak dapat dengan mudah meng-generalisasi introspeksi kita atas statemen-statemen tentang bagaimana orang lain berpikir (Hacker 1996b; Rorty, 1976).

Wittgenstein (1953) memperkuat perubahan ini pada apa yang dilakukannya kemudian, Philosophical Investigations, dengan berargumentasi bahwa banyak dari persoalan filosofis yang menyulitkan para filosof sebetulnya sama sekali bukan persoalan, namun hanyalah hasil dari penggunaan bahasa yang keliru.

Wittgenstein menyebutkan dengan ringkas tetapi jelas,

“Philosophy is a battle against the bewitchment of our intelligence by means of language”

[Filosofi adalah sebuah pertarungan melawan terpesonanya kecerdasan kita dengan makna-makna bahasa] (Wittgenstein, 1953, p. 47).

Merupakan hal tidak mungkin untuk menyajikan pembahasan Wittgenstein yang luas secara keseluruhan tentang filosofi bahasa di sini. Karyanya yang terpublikasi hingga mencapai 13 volume, dan karyanya Nachlass, atau literary estate (kebun literasi), yang banyak darinya belum terpublikasi, bahkan lebih besar lagi-lebih dari 30.000 halaman (saat ini tengah proses publikasi dalam 15 volume atau lebih sebagaimana Wiener Ausgabe [Nedo, 1993]).

Kisah komplikasi dan intrik dari proyek ini dirinci dalam Toyton (1997). Versi CD-ROM elektronik lengkap karya Wittgenstein berjudul Nachlass, tulisan-tulisan yang dipublikasi, pemberian materi kuliah, dan surat-surat, masing-masing tersedia di InteLex (http:/library.nlx.com/).

Pembaca semestinya juga telah memahami bahwa Wittgenstein bukanlah satu-satunya filosof besar tentang bahasa; lainnya akan dibahas juga di sini. Memang tidak dipungkiri adanya filosof-filosof yang berselisih pendapat dengan Wittgenstein. Pembahasan ini bukan dalam rangka membela Wittgenstein, namun menyajikan porsi yang relevan atas apa yang telah dilakukannya seterang ungkin disebabkan pengaruhnya yang besar dalam lingkaran filosofi dalam lingkup linguistic dan psikologi.

Sebuah peninjauan yang luas yang baik tentang filosofi bahasa pada abad ke-20 disajikan oleh Lycan (2000). Blackburn (1984) menyajikan sebuah pengantar untuk filosofi bahasa yang ditulis spesifik untuk mereka yang bukan filosof. Pengantar Devitt dan Sterelny (1999) tentang filosofi bahasa meliputi sebuah bagian tentang “language and mind”/bahasa dan jiwa dan sebuah diskusi tentang apa yang dilakukan oleh seorang ahli bahasa, Noam Chomsky.

Terakhir, banyak dari karya-karya tentang filosofi bahasa dikumpulkan dalam Rosenberg dan Travis (1971). Pengumpulan yang lebih baru dapat ditemukan dalam Ludlow (1997).

Komentar Terhadap Karya Wittgenstein

Komentar tentang apa yang dilakukan oleh Wittgenstein begitu luas. Komentar yang paling rinci terhadap karya Wittgenstein yang paling berpengaruh. Philosophical Investigations, adalah oleh asisten-penulisnya G. P. Baker dan P. M. S. Hacker (dua volume awal adalah oleh Baker dan Hacker [1980, 1985] dan volume 3 dan 4 oleh Hacker sendiri [1990, 1996b]). Pembahasan Wittgenstein dalam topik-topik yang spesifik seringkali tersebar di tulisan-tulisannya, sehingga indeks yang dibuat Garth Hallet (1977) atas Philosophical Investigations seringkali bisa menjadi sebuah perangkat yang sangat berguna untuk menempatkan dan membawa seua tulisan-tulisannya paad subjek yang sama.

Murid awal Wittgenstein dan professor filosofi dari Cornell, Norman Malcolm, telah menyatukan koleksi-koleksi essay yang mendalam tentang karya-karya Wittgenstein. Bagian dari catatan khusus aalah karyanya berjudul Wittgensteinian Themes: Essays 1978-1989 (Malcolm, 1995). Bahkan kehidupan personal Wittgenstein memiliki ketertarikan yang memaksa karena, bagi Wittgenstein, filosofi bukan hanya sebuah koleksi puzzle, namun juga sebuah pedoman untuk hidup; sebagaimana pernah terujar,

what is the use of studying philosophy if all that it does for you is to enable you to talk with some plausibility about some abstruse questions of logic, etc., if it does not improve your thinking about the important question of everyday life?

[apa gunanya mempelajari filosofi apabila semua yang Anda peroleh adalah untuk menjadikan Anda dapat berbicara dengan suatu hal yang masuk akal tentang suatu pertanyaan mendalam tentang logika, dan lainnya, jika hal itu tidak meningkatkan pemikiranmu tentang pertanyaan yang penting dalam kehidupan sehari-hari?] (Malcolm, 1972, p. 39)

Dua karya terbaik yang biografis adalah karya Norman Malcom (1972) yang ringkas namun padat yaitu Ludwig Wittgenstein: A Memoir, dan karya Ray Monk (1990) yang bagus, dan biografi yang terperinci yaitu Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius.

Karya ketiga, Ludwig Wittgenstein: A Student’s Memoir Theodore Redpath (1990) menawarkan sebuah kesan dari mahasiswa undergraduate tentang filosof. Beberapa murid Wittgenstein telah mempubliasikan transkripsi literal dari kuliah di kelas dan diskusi (Ambrose & Macdonald, 1979; Geach, Shah, & Jackson, 1989; King & Lee, 1978).

Terakhir, Bouwsma mempublikasikan catatannya tentang diskusi yang dilakukannya dengan Wittgenstein selama beberapa tahun terakhir tentang kehidupan seorang filosof (Bouwsma, Wittgenstein, Craft, & Hustwit, 1986).

Sebuah karakteristik yang penting dalam karya Wittgenstein adalah kritisinya terhadap diri sendiri. Di awal-awal karirnya dia diengaruhi dengan kuat oleh logika dan filosofi analitis milik Gottlob Frege dan Bertrand Russell.

Setelah belajar bersama Russel di Cambridge University, Wittgenstein menulis buku pertamanya, Tractatus Logico-Philosophicus (Wittgenstein, 1961a, 1961b). Buku ini merupakan satu-satunya buku filosofi karangan Wittgenstein yang dipublikasi sepanjang hidupnya; buku ini meletakkan sebuah model bahasa yang logis dan teliti, serta sebuah teori gabar tentang makna, yang memiliki ciri terdahulu dalam karya Frege dan Russel.

Wittgenstein menulis sebagaian besar karya berjudul Tractatus sembari bertindak sebagai prajurit yang diberi tanda jasa dalam pasuka Austria pada masa Perang Dunia I.

Seusai menulis Tractatus, Wittgenstein merasa bahwa dia memecahkan persoalan besar dari filosofi analitis. Namun ketika dia jauh dari kehidupan akademis, bukunya memberi pengaruh besar dalam filosofi analitis di Inggris, begitu pula dalam gerakan filosofi analitis yang baru saja didirikan oleh Moritz Schlick; “Der Wiener Kreis” (The Vienna Circle).

Wittgenstein mulai melihat bahwa dirinya belum memecahkan keseluruhan persoalan filosofi dan terdapat persoalan serius dalam beberapa hal yang diungkapkannya dalam Tractatus.

Dia menghabiskan sisa kehidupan akademisnya di Cambridge University. Meskipun Bertrand Russel endukung kuat kembalinya Wittgenstein ke filosofi profesional, dia dengan segera mengkritisi dan mengubah banyak dari filosofi awalnya yang oleh Russel dianggap sangat menarik.

Penyesuaian yang Wittgenstein terhadap filosofi awalnya memuncak dalam koleksi keterangan filosofi yang diberi judul Philosophical Investigations.

Meskipun karya tersebut merupakan sebuah produk upaya editorial yang meluas dari Wittgenstein ada tahun-tahun terakhir kehidupannya, karya tersebut tidak dipublikasi hingga beberapa waktu setelah kematiannya.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari karya tersebut, tentu, tidak dapat dijawab oleh Wittgenstein sendiri. (Buku-buku Wittgenstein lainnya telah dijadikan satu diambil dari tulisan-tulisan Wittgenstein yang tidak dipublikasikan, pengumpulan ini dilakukan oleh murid-muridnya setelah kematiannya).

Wittgenstein meninggalkan kepada kita dua warisan interpretasi intelektualnya: Philosophical Investigations merupakan kritik meluas atas karya awalnya yaitu Tractatus, atau sebagaimana ungkapan komentator lainnya yang memaksa untuk menjadikan keduanya karya filosofi yang terpisah jauh.

Manapun dari dua pandangan tersebut yang tepat mungkin tidak akan pernah dijawab untuk memuaskan semua orang, namun upaya terbaik untuk menempatkan karya filosofi awal dan kedua sebagai perspektif adalah karya Norman Malcolm (1986) Nothing is Hidden: Wittgenstein’s Criticism of His Early Thought, dan P. M. S. Hacker (1989) Insight and Illusion.

Pemetaan Karya Wittgenstein

Meskipun Wittgenstein memfokuskan upaya filosofisnya pada banyak tema spesifik, karya-karyanya yang terpublikasi tidak memisahkan tulisan-tulisannya dalam kategori.

Remarks on the Foundations of Mathematics (1978) memuat banyak keterangan baik pada bahasa maupun matematika.

Philosophical Investigations (1953) memuat keterangan pada filosofi sebagai tambahan matematika, logika, dan psikologi, adapun Remarks on the Philosophy of Psychology (1980) memuat keterangan pada bahasa, psikologi, dan subjek-subjek lainnya.

Filosofi Wittgenstein dalam sebuah topik tertentu, dalam tingkat tertentu, berada pada semua hasil karya tulisnya, namun tidak dikumpulkan atau dirangkum dalam satu tempat.

Paragraf yang berturut-turut dalam karya-karya di atas mungkin mengulas sebuah topik spesifik, namun topik lainnya kemudian lebih diutamakan baru kemudian muncul kembali yang nampak secara acak pada karya yang sama, atau pada karya yang lain.

Tentu satu di antara alasan untuk pendekatan yang terlihat seperti tambalan bagi filosofi ini adalah bahwa Wittgenstein secara berkelanjutan bergumul dengan persoalan yang sangat dalam dan sukar untuk dipahami, persoalan-persoalan yang telah menantang hadirnya solusi sistematis oleh salah satu pemikir analitis terbaik abad ke-dua puluh.

Jadi, banyak komentar-komentarnya yang terekam bukan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut, namun sisa-sisa pertarungan intelektual yang dihadapinya sepanjang hidupnya (karya tulisnya yang dipublikasi mulai naik daun beberapa hari sebelum dia meninggal, setelah mengalami sakit yang panjang).

Mereka yang tertarik pada aspek-aspek spesifik dari karya Wittgenstein dan tidak memiliki waktu untuk melakukan kajian atas karya tulisnya yang luas, mustilah mengandalkan sumber sekunder untuk menyatukan karya-karyanya pada topik tertentu.

Beruntung, terdapat beberapa karya yang bagus. Mereka yang tertarik pada filosofi bahasanya yang terbaru, karya 130 halaman yang ditulis Hanna Pitkn (1972): Wittgenstein and Justice, dalam salah satu pendapat, merupakan sebuah singlepengantar terbaik dalam aspek ini tentang karya-karya Wittgenstein.

Mereka yang tertarik pada pemikiran Wittgenstein yang memerhatian topik-topik yang lebih spesifik semisal determinacy of sense (pikiran sehat yang memunculkan keadaan pasti), atau yang lain semisal the rejection of private languages (penolakan bahasa pribadi), the denial of psycho-physical parallelism (paralelisme psiko-fisis), dan the rejection of mind-body dualism (penolakan dualisme pikiran-raga), di antara yang lainnya, dapat melihat kelebihan yang dituliskan oleh Glock (1996): A Wittgenstein Dictionary, yang memuat diskusi singkat tentang (dan referensi untuk) banyak topik utama maupun sampingan dalam tulisan-tulisan Wittgenstein.

Pembaca yang ingin melihat karya tulis Wittgenstein pada topik yang sama, namun dalam karya yang berbeda yang dijadikan dalam satu karya, dapat merujuk pada karya Anthony Kenny (1994): The Wittgenstein Reader.

Karya tulis Wittgenstein pada filosofi bahasa demikian luas dan terhubung dekat dengan pandangannya tentang filosofi pikiran. Baginya, bahasa bukanlah suatu produk dari pemikiran, sebagaimana kebanyakan filosof menyetujuinya; “bahasa,” ungkapnya, “adalah … kendaraan pemikiran.” (language is … the vehicle of thought).

When I think in language, there aren’t “meanings” going through my mind in addition to the verbal expressions: the language is itself the vehicle of thought. (Wittgenstein, 1953, p. 107)

[Ketika aku berpikir pada bahasa, tidak ada “makna” yang melintas dalam benak saya selain ekspresi verbal: bahasa itu sendiri merupakan kendaraan dari pemikiran]

Atau dinyatakan dengan sedikit berbeda:

Knowledge is not translated into words when it is expressed. The words are not a translation of something else that was there before they were. (Wittgenstein, 1967, p. 32)

[Ilmu pengetahuan tidak diterjemahkan ke dalam kata-kata ketika diekspresikan. Kata-kata bukanlah sebuah penerjemahan dari sesuatu yang lain yang telah ada sebelumnya].

Pandangan Filosofis Wittgenstein

Poin yang dibuat Wittgenstein bukanlah bahwa semua pemikiran menggunakan bahasa sebagai perantara/medium, karena tentu kita dapat “berpikir tentang” musik atau gambar visual tanpa rujukan kepada bahasa sama sekali, namun bahwa ketika kita menggunakan bahasa kita biasanya menggunakannya sebagai sebuah makna untuk berpikir, bukan sebuah produk pemikiran sebagai sebuah ekspresi dari sesuatu yang kita pikirkan.

Copernican Reversal” ini menerangkan bahwa pemikiran dan bahasa secara tradisional dipandang berkaitan, memiliki implikasi penting bagi penarikan informasi.

Proses penarikan informasi seringkali dilihat sebagai suatu hal ketika penyelidik memiliki suatu pikiran-sebuah “keperluan informasi” -yang kemudian diterjemahkannya ke dalam suatu pertanyaan pencarian aktual, melalui jalan yang sama yang orang-orang pikirkan untuk mengutarakan dalam bahasa biasa apa yang mereka telah dapati dalam pikiran.

Namun apabila Wittgenstein benar bahwa penggunan bahasa kita adalah sebuah bentuk dari berpikir, maka “bahasa” penarikan -term pencarian yang tersedia bagi kita dan jalan-jalan yang mana mereka dapat dikombinasikan– adalah “bahasa” yang mana kita pikirkan, dan kemudian diartikulasikan, informasi apa yang kita inginkan.

Ringkasnya, bagaimana kita berpikir tentang kebutuhan informasi sangat terbatasi oleh bahasa dalam penarikan yang tersedia bagi kita, dan sejauh ini sebagaimana bahasa dalam penarikan terbatas, maka demikianlah pikiran kita tentang apa yang kita kehendaki.

Bahasa dalam penarikan tidak hanya membatasi bagaimana kita mengartikulasi apa yang kita kehendaki namun juga dapat membatasi proses pikiran yang mana kita tentukan tentang apa yang kita kehendaki.

Barangkali, kita ingin memikirkan bahwa kita mencetak sistem penarikan informasi untuk melayani kebutuhan kita untuk menemukan informasi; namun, jika Wittgenstein benar, maka boleh jadi inilah yang membuat sistem penarikan informasi mencetak kita untuk berpikir mengikuti garisnya.

Apabila ini kejadiannya, maka mungkin akan menjadi sangat susah untuk men-desain hal yang berbeda secara mendasar atau meningkatkan sistem penarikan informasi, karena kita secara virtual terkunci dalam jalan berpikir tentang penarikan informasi yang diwujudkan oleh sistem yang ada.

Wittgenstein menyajikan pandangannya tentang bahasa dalam rangka memberikan suatu kritik atas pandangan tradisional yang umumnya sudah diterima masyarakat luas. Dalam Philosophical Investigations dia menyajikan sebuah teori tentang bahasa berdasarkan tulisan-tulisan tentang filosof abad pertengahan, St. Augustine. Model Augustine tentang bahasa merupakan sebuah model rujukan sederhana yang meskipun berusia tua, sungguh telah sangat gigih, berada dalam berbagai bentuk bahkan hingga saat ini Model Augustine tentang bahasa melihat makna linguistik dalam hal-hal sebagai berikut:

  1. Kata-kata memberi nama pada objek: makna dari suatu kata adalah objek yang mana mewakilinya.
  2. Setiap kata memiliki makna.
  3. Makna dari suatu kata independen berdasarkan konteks.
  4. Makna kalimat terdiri dari makna-makna kata-kata.

Koreksi Model Bahasa Augustinian

– Persoalan 1: Kata-kata memberi nama kepada objek

Apabila kita mempertimbangkan contoh-contoh dari kata-kata semisal “kursi”, “apel”, dan “pensil,” bahasa nampak bekerja sedimikian. Namun apabila kita melihat dalam contoh seperti “kejujuran,” “karisma,” dan “besok lusa,” merupakan hal yang lebih susah untuk menyebut kata-kata tersebut sebagai “objek”.

Wittgenstein (1953, p. 174) memberi kita sebuah petunjuk dengan retoris tentang kompleksitas yang dilihatnya dalam jenis ungkapan-ungkapan tersebut:

For a large class of cases-though not for all-in which we employ the word ‘meaning’ it can be explained thus: the meaning of a word is its use in the language.

[Untuk sebuah kelas besar dari kasus-kasus –meskipun bukan untuk semua- yang mana kita membangun kata ‘makna’ dapat dijelaskan sebagai berikut: makna dari sebuah kata adalah kegunaannya dalam bahasa.]

Sebagai konsekuensinya, untuk memahami “makna” dari “besok lusa,” kita perlu untuk dapat menggunakannya dalam keadaan yang tepat, dan untuk menggunakannya dalam keadaan yang tepat kita perlu pengalaman membedakan  satu hari dari lainnya-“hari ini,” “besok,” “besok lusa”-dari menelaah rangkaian dari satu hari mengikuti hari ainnya, dan dari mengunakan hari sebagai unit waktu dalam suatu aktivitas yang beragam.

Lebih jauh lagi, hal-hal ini bukanlah aktifitas independen yang dapat dipisahkan dari kehidupan dan praktik sehari-hari.

Untuk menggunakan “besok lusa” dengan benar bukan hanya untuk mengetahui definisi kamus, hal ini untuk dapat melihat keadaan yang sesuai dan aktifitas yang membuat hal ini dapat digunakan, dan kemampuan ini lebih jauh tergantung pada kemampuan kita untuk berpartisipasi dalam sebuah jangkauan luas dari aktivitas manusia yang memahami “besok lusa” adalah penting.

Seseorang yang berbicara bahasa lain dan belajar Bahasa Inggris bertanya, “Apa makna ‘besok lusa?’” Dia bisa menjawab pertanyaan sederhana ini karena dia telah berbicara bahasa lain dan mungkin familier dengan jenis-jenis aktivitas yang mana frasa sedemikian digunakan.

Seekor anjing, bagaimanapun, tidak saling memahami dengan kita aktivitas “besok lusa” penting. Wittgenstein (1953, p. 223) membahas ini dengan lebih enarik dengan salah satu pernyataan yang mengandung teka-teki:

 

If a lion could talk we could not understand him.

[Jika seekor singa bisa berbicara kita tidak dapat memahaminya]

 

Alasan kita tidak dapat memahami pembicaraan singa adalah karena kita tidak memiliki pengalaman personal dari aktifitas yang mana dihadapinya.

Apabila kita dapat memahami makna dari suatu kata dengan melihat penggunaannya, maka maknanya terhubung secara intim dengan aktifitas dan praktik yang sama-sama kita miliki dengan orang lain. Apabila kita tidak memiliki aktifitas apapun yang sama, maka tidak ada yang dapat kita bincangkan.

Dalam perkataan Wittgenstein, kita memiliki terlalu sedikit “bentuk kehidupan” yang sama dengan singa yang mana kita dapat mendasari bahasa yang sama. Bagi Wittgenstein:

 

We don’t start from certain words, but from certain occasions or activities. (Wittgenstein, 1972, p. 3)

[Kita tidak memulai dari kata-kata tertentu, namun dari peristiwa atau aktifitas tertentu.]

 

Only in the stream of thought and life do words have meaning, (Wittgenstein, 1967, p. 30)

[Hanya dalam arus pikiran dan hidup kata-kata memiliki makna.]

Perbandingan

Setelah mempertimbangkan persoalan-persoalan tersebut dengan model bahasa Augustinian, kita mungkin mencoba untuk memberikan beberapa hal yang menenangkan dari fakta bahwa bahasa nampaknya bekerja sesuai dengan model Augustine, setidaknya dalam kasus di mana objek aktual mengacu.

Namun bahkan di sini hubungan antara bahasa dan “objek” tidaklah sederhana. “Kata-kata” dan “objek” menimbulkan banyak topik “rujukan” yang diperdebatkan.

Frege adalah satu dari filosof pertama yang mendiskusikan sebagian kompleksitas dalam acuan, namun isu ini merentang hingga 3 abad sebelum Masehi dan sebagaimana ungkapan Eubuides “paradox pria bertopeng” (terkadang disebut “paradox dari penjahat”). Misalkan Anda melihat pria bertopeng. Pada kenyataannya, pria bertopeng itu adalah saudara laik-laki Anda. Namun Anda tidak bisa mengatakan bahwa Anda melihat saudara laki-laki Anda.

Frege (1952) menggaris bawahi satu dari isu penting mengenai acuan dengan contoh yang diberikannya yaitu “Morning Star” dan “Evening Star.”

Baik Morning Star dan Evening Star mengacu pada benda angkasa yang sama, yaitu planet Venus.

Terlebih desrkipsi Morning Star dan Evening Star tidak memiliki makna yang tepat sama untuk alasan sederhana yang tidak dapat kita gunakan dengan saling bertukar dalam wacana sehari-hari.

Demikianlah, dalam penggunaan biasa kita tidak bisa mengatakan, di pagi hari, bahwa kita melihat “Evening Star” dan, di sore hari, bahwa kita melihat “Morning Star,” meskipun secara teknis, kedua pernyataan tersebut keliru.

Dalam contoh yang diberikan Frege, kita setidaknya dapat mengatakan apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh pembicara ketika mengacu pada “Morning Star” di sore hari, atau “Evening Star” di pagi hari.

Namun Bertrand Russel (1905, p. 485) memberi sebuah contoh dari persoalan referensi di mana tidak semuanya jelas tentang apa yang dimaksud oleh pembicara.

Perhatikan dua pernyataan berikut ini:

George the IV wished to know if Scott was the author of Waverley.”

[George IV berharap untuk mengetahui apakah Scott pengarang dari Waverley.]

“Scott is the author of Waverley.”

[Scott adalah pengarang dari Waverley.]

Sekarang jika “Scott” dan “pengarang Waverley” mengacu pada orang yang sama, dan maksud dari suatu kata dijelaskan dengan tuntas oleh acuannya, sebagaimana dikalim oleh Augustine, maka kita seharusnya dapat menggunakan “Scott” dan “pengarang Waverley” secara bertukar.

Apabila kita menggantikan “Scott” dengan “pengarang Waverley” dalam kalimat pertama Russel, maka kita mendapatkan:

“George IV berharap untuk mengetahui apakah Scott adalah Scott.”

Di sini, berseberangan dengan contoh yang diberikan Frege, substitusi/pengganti “Scott” untuk “pengarang Waverley” meninggalkan sebuah kalimat yang dipercayai oleh Russel merupakan kesalahan yang jelas, yang mana makna yang diinginkan akan mustahil untuk dilihat.

Russell (1905) telah mengembangkan Teori Deskripsi Pasti-nya, yang ditujukan untuk mengungkap bentuk logis (sebagai lawan dari bentuk gramatikal) dari pernyataan yang mengacu kepada seorang individu, seperti “pengarang Waverley”.

Ini digunakan untuk menunjuk beberapa puzzle yang sukar tentang deskripsi pasti, semisal persoalan substitusi di atas, dan referensi untuk sesuatu yang tidak ada (misal, “tidak ada tempat bernama Shangri-La”).

Meskipun tingkat detail sedemikian melebihi cakupan dari review topik ini, hal ini masih menjadi bacaan yang mendorong keterlibatan yang tinggi. (Pembaca yang tertarik dapat merujuk karya Lycan [2000] pada bab 2 untuk mendapat penyajian karya Russell yang sangat menarik tentang deskripsi pasti dan perdebatan berikutnya yang dihadapinya, terutama dengan Strawson [1950].)

Perbandingan (2)

Tentu jelas bahwa meskipun ketika suatu kata atau frasa memiliki sebuah rujukan jelas nyata semisal yang ada pada “Scott” dan “pengarang Waverley”, pengertian, atau “makna” bahwa kata atau frasa itu lebih dari apa yang dirujuk.

Dalam beberapa kasus ketika kita mengacu pada seorang tertentu yang mungkin tidak dimaksudkan pada seseorang sama sekali, namun beberapa aspek menonjol dari seseorang.

Sebagai contoh, ayah Wittgenstein, Karl, dulu pernah dirujuk sebagai “Andrew Carnegie-nya Austria.”

Dengan ini, bukan berarti bahwa Karl terlihat seperti Carnegie, atau memiliki leluhur Scotlandia, namun bahwa dia, seperti Carnegie, adalah seorang industrialis kaya yang berlangganan pada kesenian.

Akhirnya, merupakan sebuah bukti bahwa banyak kata-kata, semisal “kejujuran” dan “unicorn” tidak merujuk pada objek sama sekali, namun kita masih menggunakannya secara teratur dan memahaminya ketika kita menggunakannya. Artinya mustilah ada hal lain lainnya dari sekadar rujukan sederhana.

Model bahasa Augustine adalah sebuah model sederhana dan mudah untuk dipahami, namun beberapa aspek yang lebih halus pada mulanya tidak nampak jelas. Terutama, deskripsi Augustine tentang bagaimana dia belajar berbicara adalah hal penting.

Dalam ungkapannya, dia

“…heard words repeatedly used … [and] gradually learnt to

understand what objects they signified . . .” (Wittgenstein, 1953p. 2).

[…mendengar kata-kata yang digunakan berulang-ulang … (dan) secara bertahap beajar untuk memahami objek                    apa yang dimaksud …]

Kalimat tersebut menunjukkan poin bahwa kita dapat mendengar dan membedakan kata-kata sebelum kita memahaminya.

Oleh karena itu, kata-kata bisa saja ada bagi kita tanpa makna –yaitu sebagai kata-kata yang tidak kita mengerti.

Lebih jauh, karena kita bisa memunculkan kata-kata tanpa makna, selanjutnya adalah bahwa “makna” merupakan hal yang independen dari kata-kata –nampaknya menjadi sesuatu yang dapat ditambahkan pada kata-kata dengan suatu aksi spesifik semisal mencarinya di kaus.

Pada beberapa perumpamaan kita bahkan bisa memunculkan suatu “pengertian” atau “makna” tanpa suatu kata pun.

Kita dapat melihat ini terkadang ketika kita membandingkan kata-kata dalam dua bahasa.

Sebagai contoh, Bahasa Jepang memiliki sebuah kata yang bermakna titik ketika suatu suara, semisal dentingan dari sebuah bel besar, telah mereda hingga pada tingkat yang para pendengar tidak dapat menyatakan apakah mereka masih dapat mendengarnya atau tidak.

Dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia, kita tidak memiliki kata atau frasa sederhana untuk “makna” sedemikian.

Pandangan Augustine tentang bahasa mendikotomikan kata-kata dan makna, serta menyusun sebuah kerangka yang mana keduanya dapat dianggap terpisah, sebuah kerangka yang ada dalam berbagai bentuk hingga hari ini, paling mencolok ada dalam keyakinan tentang independensi syntax dan makna yang merupakan batu pertama dari tatabahasa generative/generative grammar yang dicetuskan Chomsky (1965).

Dikotomi antara kata-kata dan makna ini mendorong kita untuk berhadapan dengan pertanyaan tentang makna dalam sebuah cara yang dapat diprediksi dan hampir tidak dapat dihindari.

Secara spesifik, ketika kita tidak lagi dapat mempertahankan klaim bahwa makna sama dengan beberapa entitas semisal sebuah “objek,” kita takluk pada “objek” namun kita tidak dapat bersikap acuh untuk mencoba mempertahankan kerangka bahwa “makna” dari suatu kata adalah suatu entitas dari beberapa jenis.

Kita berpikir tentang suatu kata memiliki sebuah “makna” dalam cara yang sama dengan ketika berpikir bahwa orang-orang memiliki orang tua biologis.

Anak-anak mungkin tidak mengetahui siapa orang tua mereka, namun keberadan mereka tentu tidak diragukan.

Wittgenstein juga percaya pada dikotomisasi kata-kata dan makna atau tatabahasa/grammar di awal karirnya. Namun hal itu merupakan satu dari kontribusi utamanya pada filosofi bahasa untuk mempertanyakan dikotomi fundamental ini; secara ringkas, untuk melawan “tekanan” / “paksaan” untuk memisahkan antara kata-kata dan makna yang telah didorong oleh model bahasa Augustine kepada kita.

Semakin menarik bukan? Bagaimana perlawanan Wittgenstein? Cermati lanjutannya.

Selamat membaca!